Wednesday, 20 August 2014

ini nih bentuk perlawannan bangsa indonesia terhadap kolonialisme bangsa barat :D


             Bentuk-Bentuk Perlawanan Rakyat dalam Menentang Kolonialisme Barat di Berbagai Daerah.
Kebijakan pemerintah kolonial di bidang politik pada abad ke-19 semakin intensif dan pengaruhnya semakin kuat. Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan penduduk pribumi, dan hilangnya kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah berbagai bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil, atau gerakan sosial, dan perlawanan besar.
1. Perlawanan Pattimura (1817)
a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai penyelundup dan pembangkang. Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut.
1) Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku  dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan dan peraturan. Apabila perubahan itu menimbulkan banyak kerugian atau penghargaan yang kurang, sudah barang tentu akan menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan.
2) Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada zaman pemerintahan Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien, herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda mengharuskannya lagi. Tambahan pula tarif berbagai barang yang disetor diturunkan, sedang pembayarannya ditunda-tunda.
3) Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang sudah berlaku di Maluku, menambah kegelisahan rakyat.
4) Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu (Tentara) Belanda.
b. Jalannya Perlawanan
Protes rakyat di bawah pimpinan Thomas Matulessi diawali dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang, di antaranya Thomas Matulessi berkumpul di hutan Warlutun dan memutuskan untuk menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua penghuninya.
Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut. Dipilihnya Thomas Matulessi sebagai kapten.
Serangan dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di Porto. Residen Van den Berg dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi.
Keesokan harinya rakyat mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh semangat. Seluruh isi benteng itu dibunuh termasuk residen Van den Berg beserta keluarga dan para perwira lainnya. Rakyat Maluku berhasil menduduki benteng Duurstede.
Setelah kejadian itu, Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari Ambon lengkap dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi ini berangkat tanggal 17 Mei 1817. Dengan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal 20 Mei 1817 pasukan itu tiba di Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan Pattimura. Pasukan Belanda dapat dihancurkan dan Mayor Beetjes mati tertembak.
Belanda berusaha mengadakan perundingan dengan Pattimura namun tidak berhasil sehingga peperangan terus berkobar. Belanda terus-menerus menembaki daerah pertahanan Pattimura dengan meriam, sehingga benteng Duurstede terpaksa dikosongkan. Pattimura mundur, benteng diduduki Belanda, tetapi kedudukan Belanda dalam benteng menjadi sulit karena terputus dengan daerah lain. Belanda minta bantuan dari Ambon. Setelah bantuan Belanda dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang, Belanda mengadakan serangan besarbesaran (November 1817).
c. Akhir Perlawanan
Serangan Belanda tersebut, menyebabkan pasukan Pattimura semakin terdesak. Banyak daerah yang jatuh ke tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang tertangkap yaitu Rhebok, Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas Latumahina, dan Johanes Mattulessi. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang kemudian dibawa ke Saparua. Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja sama, namun Pattimura menolak. Oleh karena itu, pada tanggal 16 Desember 1817
Pattimura dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon. Sebelum digantung, Pattimura berkata ”Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit”.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh Belanda.
2. Perlawanan Kaum Padri (1821 – 1837)
a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Kaum Adat di Minangkabau mempunyai kebiasaan yang kurang baik yaitu minum-minuman keras, berjudi, dan menyabung ayam. Kebiasaan itu dipandang oleh kaum Padri sangat bertentangan dengan agama Islam.
Kaum Padri berusaha menghentikan kebiasaan itu, tetapi Kaum Adat menolaknya maka kemudian terjadilah pertentangan antara kedua golongan tersebut.
Gerakan Padri di Sumatera Barat, bermula dengan kedatangan tiga orang haji asal Minangkabau dari Mekkah tahun 1803. Ketiga haji tersebut adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Ketiga haji itu membawa perubahan baru dalam masyarakat Minangkabau dan sekaligus ingin menghentikan kebiasaan yang dianggapnya menyimpang dari ajaran agama Islam.
Tujuan gerakan Padri adalah untuk membersihkan kehidupan agama Islam dari
pengaruh-pengaruh kebudayaan dan adat istiadat setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam. Diberantasnya perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan yang dianggap merusak kehidupan beragama. Gerakan ini kemudian terkenal dengan nama “Gerakan Wahabi”. Kaum adat tidak tinggal diam, tetapi mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Datuk Sati, maka terjadilah perang saudara.
Perang saudara mulai meletus di Kota Lawas, kemudian menjalar ke kota-kota lain, seperti Bonjol, Tanah Datar, dan Alahan Panjang. Tokoh-tokoh kaum Padri yang terkenal adalah Tuanku Imam Bonjol, Tuanku nan Cerdik, Tuanku Pasaman, dan Tuanku Hitam. Kaum adat mulai terdesak. Ketika Belanda menerima penyerahan kembali daerah Sumatera Barat dari Inggris, kaum adat meminta bantuan kepada Belanda menghadapi kaum Padri. Oleh karena itu, kaum Padri juga memusuhi Belanda.
b. Jalannya Perlawanan
Musuh kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan dimulai tahun 1821 dengan serbuan ke berbagai pos Belanda dan pencegatan terhadap patroli Belanda. Pasukan Padri bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan pihak musuh menggunakan meriam dan jenis senjata lainnya. Pertempuran berlangsung seru sehingga banyak menimbulkan korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar diberi nama Fort Van Der Capellen. Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain Agam dan Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang banyak jumlahnya.
Tanggal 22 Januari 1824 diadakan perjanjian Mosang dengan kaum Padri, namun kemudian dilanggar oleh Belanda. Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh Kolonel De Stuers. Dia membangun Benteng Fort De Kock, di Bukit Tinggi. Tanggal 15 November 1825 diadakan perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Pasaman. Seorang Arab, Said Salimuljafrid bertindak sebagai perantara. Pada hakikatnya berulang-ulang Belanda mengadakan perjanjian itu dilatarbelakangi kekuatannya yang tidak mampu menghadapi serangan kaum Padri, di samping itu bantuan dari Jawa tidak dapat diharapkan, karena di Jawa sedang pecah Perang Diponegoro.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak Mandailing, Tapanuli. Di Natal, Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan kepada kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka setelah selesai perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda di sana.
Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang Maret 1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol. Sejak itu kampung demi kampung dapat direbut Belanda. Tahun 1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo. Dengan cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat dikuasai oleh Belanda. Melihat kenyataan ini baik kaum Adat maupun kaum Padri menyadari arti pentingnya pertahanan. Maka bersatulah mereka bersama-sama menghadapi penjajah Belanda.
c. Akhir Perlawanan
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan ditujukan langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain.
Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan luar benteng, di samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan perundingan ini menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol, yang didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belanda menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada tanggal 25 Oktober 1937. Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung dipimpin oleh Tuanku Tambusi pada tahun 1838. Setelah itu berakhirlah perang Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda.
3. Perlawanan Diponegoro (1825 – 1830)
Perlawanan rakyat Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro merupakan pergolakan terbesar yang dihadapi pemerintah kolonial Belanda di Jawa. Pemerintah kolonial Belanda mengalami kesulitan mengatasi perlawanan ini dan menanggung biaya yang sangat besar. Adapun sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebab umum dan sebab khusus.
a. Sebab-Sebab Umum
1) Wilayah Mataram semakin dipersempit dan terpecah
Karena ulah penjajah, kerajaan Mataram yang besar, di bawah Sultan Agung Hanyokrokusumo, terpecah belah menjadi kerajaan yang kecil. Melalui perjanjian Gianti 1755, kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayoyakarta. Dengan perjanjian Salatiga 1757 muncullah kekuasaan baru yang disebut Mangkunegaran dan pada tahun 1813 muncul kekuasaan Pakualam. Kenyataan inilah yang dihadapi oleh Diponegoro.
2) Masuknya adat Barat ke dalam kraton
Pengaruh Belanda di kraton makin bertambah besar. Adat kebiasaan kraton Yogyakarta seperti menyajikan sirih untuk Sultan bagi pembesar Belanda yang menghadap Sultan, dihapuskan. Pembesar-pembesar Belanda duduk sejajar dengan sultan. Yang paling mengkhawatirkan adalah masuknya minuman keras ke kraton dan beredar di kalangan rakyat.
3) Belanda ikut campur tangan dalam urusan kraton
Campur tangan yang amat dalam mengenai penggantian tahta dilaksanakan oleh Belanda. Demikian pula mengenai pengangkatan birokrasi kerajaan. Misalnya pengangkatan beberapa pegawai yang ditugaskan untuk memungut pajak.
4) Hak-hak para bangsawan dan abdi dalem dikurangi
Telah terjadi kebiasaan bahwa kepada keluarga raja (sentana dalem), memberikan jaminan hidup berupa tanah apanase, juga kepada pegawai kerajaan (abdi dalem) diberikan gaji berupa tanah lungguh. Pada masa Kompeni maupun masa kolonial Inggris dan Belanda, banyak tanah-tanah tersebut diambil oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian para bangsawan (sentana dalem) dan para abdi banyak yang kehilangan sumber penghasilan. Akibatnya di hati mereka timbul rasa tidak senang karena hak-haknya dikurangi, termasuk hak-hak raja dan kerajaan.
5) Rakyat menderita akibat dibebani berbagai pajak
Berbagai macam pajak yang dibebankan pada rakyat, antara lain:
-   pejongket (pajak pindah rumah);
-   kering aji (pajak tanah);
-   pengawang-awang (pajak halaman-pekarangan);
-   pencumpling (pajak jumlah pintu);
-   pajigar (pajak ternak);
-   penyongket (pajak pindah nama);
-   bekti (pajak menyewa tanah atau menerima jabatan).
b. Sebab Khusus
Sebab yang meledakkan perang ialah provokasi yang dilakukan penguasa Belanda seperti merencanakan pembuatan jalan menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan membongkar makam keramat. Sebagai protes patok-patok (tanda dari tongkat kayu pendek) untuk pembuatan jalan dicabut dan diganti dengan tombak-tombak. Residen Smissaert berusaha mengadakan perundingan tetapi, Pangeran Diponegoro tidak muncul, hanya mengirim wakilnya, Pangeran Mangkubumi. Asisten Residen Chevallier untuk menangkap kedua pangeran, digagalkan oleh barisan rakyat di Tegalreja. Mereka telah meninggalkan tempat. Pangeran Diponegoro pindah ke Selarong tempat ia memimpin perang.
Pangeran Diponegoro minta kepada Residen agar Patih Danurejo dipecat. Surat baru mulai ditulis mendadak rumah Pangeran Diponegoro diserbu oleh serdadu Belanda di bawah pimpinan Chevailer. Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo beserta keluarganya. Rumah Pangeran Diponegoro dibakar habis. Dia diikuti oleh Pangeran Mangkubumi. Pergilah mereka ke Kalisoka dan dari sanalah meletus perlawanan Pangeran Diponegoro (20 Juli 1825). Banyak para pangeran dan rakyat menyusul Pangeran Diponegoro ke Kalisoka untuk ikut melakukan perlawanan dengan berlandaskan tekad perang suci membela agama Islam (Perang Sabil) menentang ketidakadilan. Dari Kalisoka pengikut Pangeran Diponegoro tersebut dibawa ke Goa Selarong, jaraknya 7 pal (13 km) dari Yogyakarta. Pasukan Belanda yang mengejar Pangeran Diponegoro dapat dibinasakan oleh pasukan Pangeran Diponegoro di bawah pimpinan Mulya Sentika. Yogyakarta menjadi kacau, prajurit Belanda dan Sultan Hamengku Buwana V menyingkir ke Benteng Vredenburg.
c. Jalannya Perlawanan
Dari Selarong, tentara Diponegoro mengepung kota Yogyakarta sehingga Sultan Hamengku Buwana V yang masih kanak-kanak diselamatkan ke Benteng Belanda. Perang berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya dengan siasat perang gerilya dan mendadak menyergap musuh. Pangeran Diponegoro ternyata seorang panglima perang yang cakap. Berkali-kali pasukan Belanda terkepung dan dibinasakan. Belanda mulai cemas. Dipanggillah tentaranya yang berada di Sumatera, Sulawesi, Semarang, dan Surabaya untuk menghadapi laskar Diponegoro. Namun, usaha itu sia-sia.
Pusat pertahanan Diponegoro dipindahkan ke Plered. Dari sini gerakan Diponegoro meluas sampai di Banyuwangi, Kedu, Surakarta, Semarang, Demak, dan Madiun. Kemenangan yang diperoleh Diponegoro membakar semangat rakyat sehingga banyak yang menggabungkan diri. Bupati daerah dan bangsawan kraton banyak juga yang memihak kepadanya. Misalnya Bupati Madiun, Bupati Kertosono,
Pangerang Serang, dan Pangeran Suriatmojo dari Banyumas. Di Plered, Pangeran Diponegoro sempat dinobatkan menjadi sultan dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa, berpusat di Plered. Tanggal 9 Juni 1862 Plered diserbu Belanda. Pertahanan dipimpin oleh Kerta Pengalasan. Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro dibantu seorang yang gagah berani, bernama Sentot dengan gelar Alibasyah Prawirodirjo, putra dari Bupati Madiun Raden Ronggo Prawirodirjo.
Dari Plered, pertahanan Pangeran Diponegoro dipindahkan lagi ke Deksa. Belanda mengalami kesulitan dalam menghadapi pasukan Diponegoro. Belanda terpaksa mendatangkan pasukan tambahan dari negeri Belanda. Namun, pasukan tambahan Belanda tersebut dapat dihancurkan oleh pasukan Diponegoro. Akibat berbagai kekalahan perang pada periode tahun 1825 – 1826 Belanda pada tahun 1827 mengangkat Jenderal De Kock menjadi panglima seluruh pasukan Belanda di Jawa.
Belanda menggunakan siasat perang baru yang dikenal dengan ”Benteng Stelsell”, yaitu setiap daerah yang dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya. Antara benteng yang satu dan benteng lainnya dihubungkan oleh pasukan gerak cepat. Benteng Stelsell atau Sistem Benteng ini mulai dilaksanakan oleh Jenderal De Kock pada tahun 1827. Tujuannya adalah untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dengan jalan mendirikan pusat-pusat pertahanan berupa bentengbenteng di daerah-daerah yang telah dikuasainya penasihat Perang Diponegoro beliau seorang ulama dari daerah Surakarta, meninggal pada tanggal 20 Desember 1849 di Tondano
Dengan adanya siasat baru ini perlawanan pasukan Diponegoro makin lemah. Di samping itu Belanda berusaha menjauhkan Diponegoro dari pengikutnya.
d. Akhir Perlawanan
Penyerahan para pangeran ini secara berturut-turut sangat memukul perasaan Diponegoro. Dalam menghentikan perlawanan Diponegoro, Belanda menempuh jalan yang mungkin. Rupanya Belanda memakai prinsip menghalalkan cara untuk mencapai tujuan dalam menghadapi Diponegoro.
Belanda mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding di Magelang, Belanda berjanji seandainya perundingan gagal, Pangeran Diponegoro boleh melanjutkan kembali ke medan perang.
Perundingan ini baru dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 1830, setelah Diponegoro beristirahat selama 20 hari karena bulan Ramadhan. Ternyata perundingan ini menemui kegagalan dan dalam perundingan itulah Pangeran Diponegoro ditangkap.
Belanda telah mengkhianati Diponegoro. Belanda telah mengkhianati janjinya. Dari Magelang Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia. Akhirnya diasingkan ke  Manado tanggal 3 Mei 1830.
Pada tahun 1834 ia dipindahkan ke Makasar (sekarang Ujung Pandang) dan wafat tanggal 8 Januari 1855 dalam usia 70 tahun.

MASUKNYA KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA

A. Pendahuluan
Kolonialisme adalah penguasaan suatu wilayah dan rakyatnya oleh negara lain untuk tujuan-tujuan yang bersifat militer atau ekonomi.
Imprealis adalah usaha untuk menguasai daerah lain atau perluasan daerah jajahan atau kekuasaan. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekayaan, rizki, segala macam kemewahan dunia dan kebendaan dengan segala macam cara.
B. Latar belakang Kedatangan Orang-Orang Eropa ke Dunia Timur
Perkembangan kolonialisme dan imprialisme erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa pada masa-masa Renaissance, Reformasi Gereja, Merkantilisme, Revolusi Industri, dan Revolusi Perancis
1. Renaissance dan Humanisme
Adalah usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi. Pada abad ke-14, 15 di Eropa terdapat suatu gerakan cendikiawan dan ilmuwan untuk mengkaji kembali ilmu pengetahuan, seni, sastra, arsitektur, dan filsafat Yunani dan Romawi dengan penafsiran baru. Tujuannya untuk memperteguh ajaran Kristiani dan mengubah pandangan hidup abad pertengahan yang bersifat dogmatik menjadi pandangan yang berdasarkan akal.
Humanisme adalah faham yang berusaha mempelajari dan menyelidiki buku-buku kuno yang ditinggalkan bangsa Yunani dan Romawi.
` Tersebarnya ilmu pengetahuan adalah berkat jasa Gutenberg seorang Jerman yang menemukan mesin cetak, dimungkinkan ditulisnya buku dalam jumlah yang cukup banyak.
2. Reformasi Gereja
Gerakan reformasi yang muncul pada abad ke-15 merupakan protes terhadap gaya hidup para biarawan yang dianggap telah menyimpang dari ajaran-ajaran kristus.
3. Merkantilisme
Adalah aliran yang mengajarkan proteksi ekonomi. Negara aliran ini sangat kuat pengaruhnya sehingga pada abad ke-18 berkembang menjadi politik ekonomi di negara Eropa Barat.
4. Revolusi Industri
Perubahan besar, cepat, mendadak dan radikal yang mempengaruhi corak kehidupan manusia disebut revolusi.
Antara tahun 1760-1840, perindustrian di Inggris mengalami perubahan besar sebagai negara yang memiliki daerah koloni yang cukup luas, Inggris berada dalam keadaan yang relatif makmur. Persekutuan Dagang Hindia Timur (East India Company) milik Inggris mendatangkan keuntungan yang memiiki cukup banyak berkat perdagangan yang dilakukan dengan daerah jajahannya.
Kemajuan dan perubahan dalam bidang industri yang dicapai oleh Inggris kemudian menyebar ke negara-negara lain di Eropa sehingga muncullah negara-negar industri yang berlomba-omba menguasai pasar. Dengan demikian terjadi perlombaan mencari daerah jajahan.
5. Revolusi Perancis
Sejak 1795, Negeri Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis. Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya Louis, sebagai penguasa Negeri Belanda. Pada tahun 1808 Louis Napoleon mengirim Marsekal Herman Willem Daendek ke Indonesia menjadi Gubernur Jenderal. Sebagai orang yang sangat mengagumi prinsip-prinsip Revolusi Perancis, dia membawa paham liberal ke Indonesia.
C. Faktor-Faktor Pendorong Bangsa Eropa dalam Penjelajahan Samudera
a) Adanya keinginan mencari kekayaan (gold), kekayaan yang dicari adalah rempah-rempah
b) Adanya keinginan menyebarkan agama (gospel)
c) Adanya keinginan mencari kejayaan (glory)
d) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
1) Ditemukan kompas
2) Dikemukakan bahwa bumi itu bulat
3) Dikembangkannya teknik pembuatan kapal
4) Ditemukan mesin untuk persenjataan
5) Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan Bangsa Turki (1453)
Tokoh-tokoh penjelajahan samudera
Bangsa Portugis :
a) Bartholomeus Diaz
b) Vasco Da Gama
c) Alfonso D’ Albuquerque
Bangsa Spanyol :
a) Christophorus Columbus
b) Ferdinand Magelhaens
D. Proses Kedatangan Bangsa Barat di Berbagai Daerah sampai Terbentuknya Kekuasaan
a. Hubungan ekonomi Indonesia – Eropa sebelum abad ke-16
Tahukah anda siapa Bangsa eropa yang telah datang ke Indonesia sebelum abad ke-16? Ia adalah Marcopolo dari Venesia. Dalam perjalanannya, Marcopolo singgah di bandar-bandar pantai utara Sumatera pada akhir abad ke-13. Ia melaporkan perkembangan Agama Islam di daerah pesisir sumatera waktu itu.
Bangsa Barat mulai datang ke indonesia pada abad ke-16. Namun, hubungan ekonomi antara Eropa dan Indonesia sebenarnya telah ada berlangsung jauh sebelum para pedagang Eropa itu datang. Pada tahun 1390-an, sekitar 6 ton cengkeh dan 1 ton pala dari Maluku telah mencapai Eropa.
Proses rempah-rempah Indonesia dapat mencapai Eropa dibawa secara berantai hingga mencapai kawasan di sekitar laut tengah. Para pedagang Italia kemudian membelinya dari para pedagang muslim di Mesir dan Beirut. Pedagang Italia kemudian memasarkannya ke Eropa melalui Venesia dan Genoa. Dengan demikian para pedagang muslim berperan sebagai mediator yang menghubungkan Indonesia dan Eropa
b. Terputusnya Hubungan Ekonomi Indonesia- Eropa
Setelah perang salib selesai muncullah kekuasaan baru yang dibangun oleh Turki Osmani. Kekuasaan baru itu dikenal sebagai kekhalifahan timur . Bangsa Turki Osmani menguasai wilayah yang cukup luas meliputi Mesir, Mesopotamia, Palestina, Syrria, dan Asia Kecil. Pada tahun 1453 Kerajaan Romawi Timur yang ber-ibukota di Konstantinopel pun berhasil dikuasai oleh kekhalifahan timur.
Setelah menguasai Konstantinopel, Turki Osmani melarang para pedagang eropa berdagang di sekitar laut tengah. Akibatnya para pedagang eropa menjadi kesulitan mendapatkan komoditas penting berupa rempah-rempah dari Indonesia. Dengan demikian, hubungan ekonomi Indonesia – eropa seolah menjadi terputus.
c. Penjelajahan Samudera
Yang dilakukan bangsa Eropa dalam mengatasi kesulitan tersebut adalah mereka berusaha mencari jalan langsung menuju ke daerah penghasil rempah-rempah. Caranya, dengan melakukan penjelajahan samudera.
Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang memiliki keinginan mencari wilayah jajahan.
E. Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
a) Kedatangan Portugis di Indonesia
Portugis berusaha menjalin hubungan dagang dengan Maluku. Pada tahun 1512 Alfonso d’ Alburquerque mengirimkan beberapa buah kapal ke Maluku dan berhasil mendarat di Ternate.
Disini Portugis menerapkan sistem monopoli yang merugikan.
b) Kedatangan bangsa Spanyol
Pada tahun 1521 bangsa Spanyol mendarat di Tidore (Maluku).
Pada tahun1529, Portugis berhasil menduduki Ternate-Tidore. Pada tahun 1580 Raja Philip II dari Spanyol menyatukan Portugal di bawah kekuasaannnya daan memerintahka gubernur jenderal Spanyol di Filipina agar tidak mencampuri urusan Portugis di Maluku serta memberi bantuan kepada Portugis. Dengan demikian Portugis mengusir Spanyol
c) Kedatangan Belanda
Pada bulan April 1595, bangsa Belanda memulai pelayaran menuju nusantara. Ekspedisi mereka terdiri atas empat buah kapal dibawah pimpinan Cornelis de Houtman.
Pelayaran Cornelis de Houtman melalui rute Belanda – pantai barat Afrika – Tanjung Harapan – Samudera Hindia- Selat Sunda – Banten. Mereka berhasil mendarat di Banten pada tahun 1596. Pada tanggal 28 Nopember 1598 datanglah rombongan baru pedagang Belanda. Mereka dibawah pimpinan Jacob Van Neck.
F. Terbentuknya Kekuasaan Kolonial dan Imprialis Barat
Pada awalnya hubungan antara kerajaan dan masyarakat di kepulauan Indonesia dengan bangsa Eropa bersifat sejajar. Namun, perlahan-lahan muncullah ketidaksejajaran pada pertengahan abad ke-17. Ketidaksejajaran itu mulai ada dan semakin nyata sejak awal abad ke-18. Satu persatu sumber ekonomi dan kekuasaan politik wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh penguasa dan penduduk lokal, jatuh ke tangan bangsa barat, terutama Belanda.
Setelah kedatangan rombongan Jacob Van Neck, makin banyaklah pedagang Belanda datang ke Indonesia. Akibatnya, di antara mereka terjadilah persaingan. Untuk menghindari persaingan itu, dibentuklah kongsi perdagangan besar yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun1602.
G. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Kolonial serta Pengaruh terhadap Hubungan Ekonomi Rakyat di Berbagai Daerah
Sejak pertengahan abad ke-17 sampai berakhirnya VOC, Belanda sudah menguasai hampir seluruh penghasil dan perdagangan rempah-rempah, kecuali Aceh.
Setelah VOC dibubarkan, kekuasaan atas Indonesia berturut-turut dipegang oleh Daendels, Janssens, Raffles dan pemerintah Hindia-Belanda.
H. Bentuk-Bentuk Perlawanan Kerajaan-Kerajaan dan Rakyat Melawan Kolonial di Berbagai Daerah
Anda telah mengetahui berbagai tindakan yang dilakukan oleh bangsa Barat di Indonesia. Keberadaan bangsa Barat beserta praktik-praktiknya itu, akhirnya mendorong munculnya reaksi dari rakyat dan kerajaan-kerajaan. Bagaimanakah bentuk reaksi itu? Rakyat dan kerajaan-kerajaan melakukan berbagai bentuk perlawanan. Tujuannya adalah mengakhiri keberadaan bangsa Barat besertapraktik-praktiknya.
Kesimpulan
Perlawanan kerajaan-kerajaan dan rakyat terhadap praktik kolonialisme Barat meliputi perlawanan terhadap Portugis dan VOC, serta perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Perlawanan ini berlangsung seiring dengan perluasan kolonialisme dan imprialisme Barat di berbagai wilayah di Kepulauan Nusantara. Beberapa perlawanan bersifat sangat lokal dan bahkan individual atau kelompok kecil dan hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Sedangkan perlawanan lain bersifat massal dan mencakup wilayah yang luas.
Bangsa Barat mulai datang ke Indonesia pada abad ke-16. Namun, hubungan ekonomi antara Eropa dan Indonesia sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum para pedagang itu datang.
Tokoh-tokoh penjelajahan samudera dari Spanyol antara lain : Christophorus Columbus, dan Ferdinand Magelhaens, sedangkan tokoh-tokoh dari Portugis antara lain : Bartholhomeus Diaz dan Vasco da Gama.
Bangsa Portugis pertama datang ke Ternate tahun 1511, Spanyol ke Tidore 1521, dan Belanda ke Banten tahun 1526.
VOC adalah kongsi dagang Belanda yang dibentuk untuk menghindari terjadinya persaingan, dengan hak oktroi yang dimilikinya, VOC tampil sebagai kekuatan imprialis di Indonesia.
Setelah VOC dibubarkan, maka berturut-turut yang menjadi gubernur jenderal di Indonesia adalah Daendels, Jansens dan Raffles.
Kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah kolonial menimbulkan penderitaan bagi bangsa Indonesia yaitu tanam paksa dan politik kolonial liberal yang menyebabkan timbulnya perlawanan-perlawanan dari berbagai daerah di Kepulauan Nusantara.

Islamisme Dan Marxisme Dalam Perjuangan Anti-Kolonial Di Sumatera Barat

 Sekolah rakyat di Padang Panjang 1925
Sumatera Barat, pada tahun 1920-an, adalah salah satu pusat pergerakan anti-kolonial di luar pulau Jawa. Selain itu, Sumatra Barat juga menghasilkan banyak tokoh-tokoh pergerakan yang terkenal: Tan Malaka, Hatta, Sjahrir, Moh Yamin, dan lain-lain.
Pada saat itu, Sumatra Barat punya tiga daerah pusat perlawanan, yaitu Padang Panjang, Silungkang, dan Padang. Uniknya, di Sumatera Barat, berbagai pemikiran dan tradisi saling berkontradiksi dan saling melengkapi untuk menjadi senjata anti-kolonialisme.
Yang paling mencolok adalah perkawinan islamisme dan marxisme. Dua pemikiran ini, yang oleh banyak orang dianggap ‘bertabrakan’, justru “dikawinkan” oleh banyak pejuang-pejuang anti-kolonial di Sumatera Barat.
Dua perlawanan Pembuka
Pada abad ke-19, di Sumatera Barat muncul gerakan paderi. Pengusungnya adalah tiga orang ulama yang pernah belajar di Mekah, yaitu: Haji Miskin, Haji Abdul Rahman, dan Haji Muhamad Arif. Gerakan ini bertujuan untuk membersihkan ajaran islam di Sumatera Barat dari tahayul dan khufarat.
Gerakan ini mendapat penentangan dari kaum adat dan ulama konservatif. Belanda, yang sejak awal menguasai Sumatra Barat, berusaha mengambil keuntungan “pertikaian saudara” ini.

Belanda menerima permintaan kaum adat untuk melawan kaum paderi. Belanda memerlukan waktu kurang-lebih 6 tahun untuk mematahkan perlawanan Imam Bonjol dan pengikutnya.
Pada tahun 1908, di saat gerakan Boedi Utomo sedang menggeliat di tanah Jawa, di Sumatera Barat meletus pemberontakan anti-pajak. Para ulama, terutama dari tarekat Syattariyah, memimpin pemberontakan ini. Mereka menentang kebijakan kolonial perihal pengenaan pajak langsung.
Dua perlawanan ini sering jadi acuan tokoh anti-kolonial Sumatera Barat untuk membangkitkan semangat anti-penjajahan. Para tokoh-tokoh beraliran kiri, khususnya PKI dan Sarekat Rakyat, juga sering menggunakan acuan itu untuk mengagitasi perlawanan rakyat.


THANKS FOR READ VISITOR :D

0 comments:

Post a Comment