Kedatangan Bangsa
Portugis ke Indonesia
Kedatangan bangsa Portugis ke Indonesia mempunyai tiga tujuan sebagai berikut.
a. Tujuan ekonomi ,yaitu mencari keuntungan yang besar dari hasil perdagangan rempah-rempah.
Memberi dengan harga murah di Maliku dan menjualnya dengan harga tinggi di Eropa.
b. Tujuan agama,yaitu menyebarkan agama Nasrani.
c. Tujuan petualangan, yaitu mencari daerah jajahan.
Tujuan tersebut lebih dikenal dengan gold, glory, gospel.
a. Gold, yaitu mencari emas dan kekayaan.
b. Glory, yaitu mencari keharuman nama,, kejayaan, dan kekuasaan.
c. Gospel, yaitu tugas suci menyebarkan agama Kristen-Katolik.
Bangsa Portugis karena ingin mencapai tujuannya, segera melakukan serangkaian kegiatan penjelajahan. Di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque, ia bersama armadanya berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511. Selanjutnya, pada tahun 1512 Portugis sudah berhasil menguasai Ternate, yaitu dengan mengadakan perjanjian dengan Kerajaan Ternate. Namun ternyata Spanyol sudah bersekutu dengan Kerajaan Tidore. Akhirnya mereka bermusuhan.
Portugis dan Spanyol memang sama-sama ingin menguasai dunia. Mereka sudah dua kali membuat kesepakatan, yang pertama tahun 1494 dengan perjanjian Thordesilas, dan yang kedua tahun 1526 denga perjanjian Saragosa.
Perjanjian Saragosa yang dipimpin oleh Paus, membagi dunia dalam dua wilayah kekuasaan.
* Daerah disebelah utara garis Saragosa adalah penguasaan Portugis.
* Daerah disebelah selatan garis Saragosa adalah penguasaan Spanyol.
Kedatangan Bangsa Spanyol di Indonesia
Tujuan kedatangan bangsa Spanyol ke Indonesia sama dengan tujuan bangsa Portugis, yaitu mencari kekayaan, menyebarkan agama Nasrani, dan mencari daerah jajahan. Pada tanggal 8 November 1521, kapal dagang Spanyol berlabuh di Maluku, setelah melalui Filipina, Kalimantan Utara, kemudian langsung ke Tidore. Disini bangsa Spanyol diterima baik oleh rakyat Tidore. Namun Portugis yang ada di Ternate merasa terancam dan tidak mau disaingi sesama bangsa Eropa, yang dianggap akan mengganggu monopolinya. Kemudian mereka bersengketa, dan dibuatlah perjanjian di Saragosa pada tahun 1526, yang menyebabkan Spanyol harus meninggalkan Tidore.
Kedatangan Bangsa Inggris ke Indonesia
Inggris mendirikan kongsi dagang yang dibberi nama East Indian Company(EIC) pasda tahun 1600. Pemerintah Inggris memberikan hak-hak istimewa kepada EIC. Pada abad ke-18, para pedagang Inggris juga sudah banyak yang berdagang ke Indonesia. Bahkan sejak Belanda menjadi sekutu Perancis, Inggrsi selalu mengancam kedudukan Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1811, Thomas Stamford Raffles telah berhasil merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Raffles yang diangkat sebagai pemimpin Inggris ats wilayah Indonesia, memberikan kesempatan pada penduduk Indonesia untuk melaksanakan perdagangan bebas, Namun kekuasaan Inggris tetap bersifat menindas bangsa Indonesia.
Daerah operasi EIC adalah India. Sedang pusat kekuasaannya adalah Kalkuta(India). Dari Kalkuta inilah Inggris meluaskan wilaahnya hingga ke Asia Tenggara.
Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia
Perang antara Belanda melawan Spanyol selama 80 tahun (1568-1648) telah mendorong Belanda untuk mencari daerah jajahan nusantara. Tujuan Belanda datang ke Indonesia, sama dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya, yaitu mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan.
Belanda datang pertama klai ke Indonesia pada tahun 1596, dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dan berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Namun kedatangan Belanda diusir penduduk pesisir Banten karena bersikap kasar dan sombong. Belanda datang lagi ke Indonesia di pimpin Jacob van Heck pada tahun 1598.
Pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC(Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan sebagai berikut:
a. Menghilangkan persaingna yang merugikan para pedagang Belanda.
b. Menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan
pedagang-pedagang lain di Indonesia.
c. Mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.
VOC menerapkan beberapa aturan paksa yang harus dilaksanakan oleh Indonesia. Bentuk-bentuk aturan paksa VOC yang diterapkan di Indonesia tersebut sebagai berikut.
a. Monopoli dagang.
b. Pajak yang harus dibayar dengan hasil bumi.
c. Penjualan paksa hasil bumi kepada VOC.
d. Pelayaran Hongi, yaitu wajib mendayung perahu VOC di perairan Maluku.
e. Aksi penebangan tanaman rempah-rempah milik rakyat.
f. Wajib menan kopi di wilayah rakyat Priangan.
g. Wajib menyerahkan upeti berupa hasil bumi kepada kepala daerah yang telah
menandatangani perjanjian dengan VOC.
Kedatangan bangsa Portugis ke Indonesia mempunyai tiga tujuan sebagai berikut.
a. Tujuan ekonomi ,yaitu mencari keuntungan yang besar dari hasil perdagangan rempah-rempah.
Memberi dengan harga murah di Maliku dan menjualnya dengan harga tinggi di Eropa.
b. Tujuan agama,yaitu menyebarkan agama Nasrani.
c. Tujuan petualangan, yaitu mencari daerah jajahan.
Tujuan tersebut lebih dikenal dengan gold, glory, gospel.
a. Gold, yaitu mencari emas dan kekayaan.
b. Glory, yaitu mencari keharuman nama,, kejayaan, dan kekuasaan.
c. Gospel, yaitu tugas suci menyebarkan agama Kristen-Katolik.
Bangsa Portugis karena ingin mencapai tujuannya, segera melakukan serangkaian kegiatan penjelajahan. Di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque, ia bersama armadanya berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511. Selanjutnya, pada tahun 1512 Portugis sudah berhasil menguasai Ternate, yaitu dengan mengadakan perjanjian dengan Kerajaan Ternate. Namun ternyata Spanyol sudah bersekutu dengan Kerajaan Tidore. Akhirnya mereka bermusuhan.
Portugis dan Spanyol memang sama-sama ingin menguasai dunia. Mereka sudah dua kali membuat kesepakatan, yang pertama tahun 1494 dengan perjanjian Thordesilas, dan yang kedua tahun 1526 denga perjanjian Saragosa.
Perjanjian Saragosa yang dipimpin oleh Paus, membagi dunia dalam dua wilayah kekuasaan.
* Daerah disebelah utara garis Saragosa adalah penguasaan Portugis.
* Daerah disebelah selatan garis Saragosa adalah penguasaan Spanyol.
Kedatangan Bangsa Spanyol di Indonesia
Tujuan kedatangan bangsa Spanyol ke Indonesia sama dengan tujuan bangsa Portugis, yaitu mencari kekayaan, menyebarkan agama Nasrani, dan mencari daerah jajahan. Pada tanggal 8 November 1521, kapal dagang Spanyol berlabuh di Maluku, setelah melalui Filipina, Kalimantan Utara, kemudian langsung ke Tidore. Disini bangsa Spanyol diterima baik oleh rakyat Tidore. Namun Portugis yang ada di Ternate merasa terancam dan tidak mau disaingi sesama bangsa Eropa, yang dianggap akan mengganggu monopolinya. Kemudian mereka bersengketa, dan dibuatlah perjanjian di Saragosa pada tahun 1526, yang menyebabkan Spanyol harus meninggalkan Tidore.
Kedatangan Bangsa Inggris ke Indonesia
Inggris mendirikan kongsi dagang yang dibberi nama East Indian Company(EIC) pasda tahun 1600. Pemerintah Inggris memberikan hak-hak istimewa kepada EIC. Pada abad ke-18, para pedagang Inggris juga sudah banyak yang berdagang ke Indonesia. Bahkan sejak Belanda menjadi sekutu Perancis, Inggrsi selalu mengancam kedudukan Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1811, Thomas Stamford Raffles telah berhasil merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Raffles yang diangkat sebagai pemimpin Inggris ats wilayah Indonesia, memberikan kesempatan pada penduduk Indonesia untuk melaksanakan perdagangan bebas, Namun kekuasaan Inggris tetap bersifat menindas bangsa Indonesia.
Daerah operasi EIC adalah India. Sedang pusat kekuasaannya adalah Kalkuta(India). Dari Kalkuta inilah Inggris meluaskan wilaahnya hingga ke Asia Tenggara.
Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia
Perang antara Belanda melawan Spanyol selama 80 tahun (1568-1648) telah mendorong Belanda untuk mencari daerah jajahan nusantara. Tujuan Belanda datang ke Indonesia, sama dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya, yaitu mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan.
Belanda datang pertama klai ke Indonesia pada tahun 1596, dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dan berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Namun kedatangan Belanda diusir penduduk pesisir Banten karena bersikap kasar dan sombong. Belanda datang lagi ke Indonesia di pimpin Jacob van Heck pada tahun 1598.
Pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC(Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan sebagai berikut:
a. Menghilangkan persaingna yang merugikan para pedagang Belanda.
b. Menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan
pedagang-pedagang lain di Indonesia.
c. Mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.
VOC menerapkan beberapa aturan paksa yang harus dilaksanakan oleh Indonesia. Bentuk-bentuk aturan paksa VOC yang diterapkan di Indonesia tersebut sebagai berikut.
a. Monopoli dagang.
b. Pajak yang harus dibayar dengan hasil bumi.
c. Penjualan paksa hasil bumi kepada VOC.
d. Pelayaran Hongi, yaitu wajib mendayung perahu VOC di perairan Maluku.
e. Aksi penebangan tanaman rempah-rempah milik rakyat.
f. Wajib menan kopi di wilayah rakyat Priangan.
g. Wajib menyerahkan upeti berupa hasil bumi kepada kepala daerah yang telah
menandatangani perjanjian dengan VOC.
A. Masa
kolonial portugis
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque.
Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh
orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa
Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan
Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih
dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan
Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara
Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat
Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
B. Masa
kolonial spanyol
Ferdinand Magelhaens (kadang juga ditulis
Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah, yang memimpin armada yang pertama kali
mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh
orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama
bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago yang terbesar hingga yang terkecil mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia dari kata Spanyol yang berarti "kaki besar" hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur, senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6 September 1522 tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali, Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan Rempah-rempah Indonesia. Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia" oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar pada tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, " atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago yang terbesar hingga yang terkecil mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia dari kata Spanyol yang berarti "kaki besar" hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur, senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6 September 1522 tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali, Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan Rempah-rempah Indonesia. Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia" oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar pada tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, " atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.
C. Masa
kolonial inggris
Sementara pasukan Inggris di India tengah
mengadakan persiapan untuk menyerang pulau jawa, Pada tanggal 11 Agustus 1811,
pasukan Inggris di bawah pimpinan Gubernur Jendral EIC Lord Minto telah
mendarat di Batavia. Dalam waktu singkat, tentara Inggris dapat mendesak
tentara Belanda, sehingga Belanda menyerah kepada Inggris melalui Perjanjian
Tungtang pada tahun 1811.
Isi perjanjian Tungtang
1. Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di wilayah Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris.
2. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
3. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Pulau Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.
Isi perjanjian Tungtang
1. Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di wilayah Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris.
2. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
3. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Pulau Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.
Peristiwa penyerahan Belanda kepada Inggris
menandai transisi pemerintahan dari Belanda kepada Inggris. Sebagai lagkah
awal, Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur di
indonesia, mewakili raja muda Lord Minto.
Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung selama lima tahun. Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahannya di Indonesia. Pada tahun 1816, Napoleon Bonaparte menyerah kepada Inggris dan sekutunya. Kemudian diadakanlah perjanjian London yang isinya status Indonesia kembali pada masa sebelum perang, yankni berada di bawah pemerintah kolonial Belanda.
Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung selama lima tahun. Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahannya di Indonesia. Pada tahun 1816, Napoleon Bonaparte menyerah kepada Inggris dan sekutunya. Kemudian diadakanlah perjanjian London yang isinya status Indonesia kembali pada masa sebelum perang, yankni berada di bawah pemerintah kolonial Belanda.
Kebijakan Pemerintahan Raffles
Kebijakan politik Raffles di Indonesia
dijalankan berdasarkan asas-asas liberal yang menjunjung tinggi persamaan
derajat dan kebebasan manusia. Dijiwai oleh nilai-nilai liberal, Raffles
bermaksut mewujudkan kebebasan dan menegakkan hukum dalam pemerintahannya,
yaitu berupa.
a. Perwujudan kebebasan dilaksanakan berupa
kebebasan menanam, kebebasan berdagang, dan produksi untuk ekspor.
b. Penegakkan hukum diwujudkan berupa perlindungan hukum kepada rakyat agar bebas dari kesewenang-wenangan.
b. Penegakkan hukum diwujudkan berupa perlindungan hukum kepada rakyat agar bebas dari kesewenang-wenangan.
Sesuai dengan kebijakan politiknya tersebut,
Raffles menerapkan kebijakan ekonomi seperti yang dijalankan Inggris di India.
Hal tersebut karena Indonesia memiliki banyak persamaan, yaitu sama-sama negara
agraris. Kebijakan ekonomi yang diterapkan Inggris tersebut disebut dengan
Landrent-system, atau sistem pajak tanah.
Pokok-pokok Landrent System
a. Segala bentuk penyerahan dan kerja paksa
dihapuskan. Rakyat diberikan kebebasan untuk menanam segala jenis tanaman yang
dianggap menguntungkan.
b. Semua tanah manjadi milik pemerintah kolonial Inggris. Pemungutan sewa tanah dilakukan secara langsung, tidak lagi dengan perantara bupati. Sementara itu, tugas bupati terbatas hanya pada dinas-dinas umum.
c. Penyewaan tanah dibeberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu.
b. Semua tanah manjadi milik pemerintah kolonial Inggris. Pemungutan sewa tanah dilakukan secara langsung, tidak lagi dengan perantara bupati. Sementara itu, tugas bupati terbatas hanya pada dinas-dinas umum.
c. Penyewaan tanah dibeberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu.
Landrent System berlawanan dengan sistem
feodal yang selamai ini berlaku di Indonesia. Selama ini, tanah dimiliki oleh
para bangsawan . Para petani penggarap tanah diwajibkan menyerahkan sebagian
hasil panen menurut takaran yang sudah ditentukan oleh pemilik tanah. Semakin
meningkatnya hasil panen para petani, tidak akan berpengaru pada kesejahteraan
petani karena takaran yang telah ditentukan hanya akan menguntungkan pemilik
tanah. Alasannya, penyerahan hasil panen dilakukan lewat perantara para bupati.
Mereka ini cenderung menarik penyerahan yang telah ditentukan. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun untuk menyenagkan para
bangsawan pemilik tanah.
Ternyata Landrent System sangat sulit
dilaksanakan di Indonesia. Raffles menghadapi banyak sekali tantangan dan
hambatan dalam menerapkan kebijakan barunya tersebut. Tantangan terbesar
berasal dari kaum bangsawan, karena pemberlakuan Landrent System ini akan
sangat merugikan mereka.
Berbagai kendala yang dihadapi, membuat
Landrent System gagal diterapkan di Indonesia. Karena kas pemerintah kolonial Inggris
di Indonesia harus tetap sehat, maka Raffles terpaksa menerapkan kebijakan
seperti pemerintah Kolonial Belanda dahulu. Ia memberlakukan wajib kerja untuk
menanam tanaman yang bisa memberikan keuntungan besar seperti kopi dan pohon
jati. Ia juga terpaksa menerapkan berbagai macam pungutan yang yang pernah ia
hapus. Akhirnya penderitaan rakyat Indonesia dibawah pemerintahan Raffles tak
jauh beda dengan pemerintahan VOC dan Daendels dahulu.
D. Masa
kolonial belanda
Sementara pasukan Inggris di India tengah
mengadakan persiapan untuk menyerang pulau jawa, Pada tanggal 11 Agustus 1811,
pasukan Inggris di bawah pimpinan Gubernur Jendral EIC Lord Minto telah
mendarat di Batavia. Dalam waktu singkat, tentara Inggris dapat mendesak
tentara Belanda, sehingga Belanda menyerah kepada Inggris melalui Perjanjian
Tungtang pada tahun 1811.
Isi perjanjian Tungtang
1. Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di wilayah Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris.
2. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
3. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Pulau Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.
Isi perjanjian Tungtang
1. Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di wilayah Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris.
2. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
3. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Pulau Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.
Peristiwa penyerahan Belanda kepada Inggris
menandai transisi pemerintahan dari Belanda kepada Inggris. Sebagai lagkah
awal, Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur di
indonesia, mewakili raja muda Lord Minto.
Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung selama lima tahun. Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahannya di Indonesia. Pada tahun 1816, Napoleon Bonaparte menyerah kepada Inggris dan sekutunya. Kemudian diadakanlah perjanjian London yang isinya status Indonesia kembali pada masa sebelum perang, yankni berada di bawah pemerintah kolonial Belanda.
Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung selama lima tahun. Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahannya di Indonesia. Pada tahun 1816, Napoleon Bonaparte menyerah kepada Inggris dan sekutunya. Kemudian diadakanlah perjanjian London yang isinya status Indonesia kembali pada masa sebelum perang, yankni berada di bawah pemerintah kolonial Belanda.
Kebijakan Pemerintahan Raffles
Kebijakan politik Raffles di Indonesia
dijalankan berdasarkan asas-asas liberal yang menjunjung tinggi persamaan
derajat dan kebebasan manusia. Dijiwai oleh nilai-nilai liberal, Raffles
bermaksut mewujudkan kebebasan dan menegakkan hukum dalam pemerintahannya,
yaitu berupa.
a. Perwujudan kebebasan dilaksanakan berupa
kebebasan menanam, kebebasan berdagang, dan produksi untuk ekspor.
b. Penegakkan hukum diwujudkan berupa perlindungan hukum kepada rakyat agar bebas dari kesewenang-wenangan.
b. Penegakkan hukum diwujudkan berupa perlindungan hukum kepada rakyat agar bebas dari kesewenang-wenangan.
Sesuai dengan kebijakan politiknya tersebut,
Raffles menerapkan kebijakan ekonomi seperti yang dijalankan Inggris di India.
Hal tersebut karena Indonesia memiliki banyak persamaan, yaitu sama-sama negara
agraris. Kebijakan ekonomi yang diterapkan Inggris tersebut disebut dengan
Landrent-system, atau sistem pajak tanah.
Pokok-pokok Landrent System
a. Segala bentuk penyerahan dan kerja paksa
dihapuskan. Rakyat diberikan kebebasan untuk menanam segala jenis tanaman yang
dianggap menguntungkan.
b. Semua tanah manjadi milik pemerintah kolonial Inggris. Pemungutan sewa tanah dilakukan secara langsung, tidak lagi dengan perantara bupati. Sementara itu, tugas bupati terbatas hanya pada dinas-dinas umum.
c. Penyewaan tanah dibeberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu.
b. Semua tanah manjadi milik pemerintah kolonial Inggris. Pemungutan sewa tanah dilakukan secara langsung, tidak lagi dengan perantara bupati. Sementara itu, tugas bupati terbatas hanya pada dinas-dinas umum.
c. Penyewaan tanah dibeberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu.
Landrent System berlawanan dengan sistem
feodal yang selamai ini berlaku di Indonesia. Selama ini, tanah dimiliki oleh
para bangsawan . Para petani penggarap tanah diwajibkan menyerahkan sebagian
hasil panen menurut takaran yang sudah ditentukan oleh pemilik tanah. Semakin
meningkatnya hasil panen para petani, tidak akan berpengaru pada kesejahteraan
petani karena takaran yang telah ditentukan hanya akan menguntungkan pemilik
tanah. Alasannya, penyerahan hasil panen dilakukan lewat perantara para bupati.
Mereka ini cenderung menarik penyerahan yang telah ditentukan. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun untuk menyenagkan para
bangsawan pemilik tanah.
Ternyata Landrent System sangat sulit
dilaksanakan di Indonesia. Raffles menghadapi banyak sekali tantangan dan
hambatan dalam menerapkan kebijakan barunya tersebut. Tantangan terbesar
berasal dari kaum bangsawan, karena pemberlakuan Landrent System ini akan
sangat merugikan mereka.
Berbagai kendala yang dihadapi, membuat
Landrent System gagal diterapkan di Indonesia. Karena kas pemerintah kolonial
Inggris di Indonesia harus tetap sehat, maka Raffles terpaksa menerapkan
kebijakan seperti pemerintah Kolonial Belanda dahulu. Ia memberlakukan wajib
kerja untuk menanam tanaman yang bisa memberikan keuntungan besar seperti kopi
dan pohon jati. Ia juga terpaksa menerapkan berbagai macam pungutan yang yang
pernah ia hapus. Akhirnya penderitaan rakyat Indonesia dibawah pemerintahan
Raffles tak jauh beda dengan pemerintahan VOC dan Daendels dahulu.
A. Penyebaran
agama zaman penjajahan bangsa eropa
Baru pada awal abad XVI agama Kristen mulai berkembang
dan menyebar dengan kedatangan bangsa Barat ke Nusantara. Portugis datang
dengan semangat Perang Salib dan memandang semua penganut Islam adalah bangsa
Moor dan musuh yang harus diperangi. Oleh karena itulah ketika Alfonso
d'Albuquerque berhasil menduduki Malaka pada 1511, dia berpidato, "Tugas
besar yang harus kita abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor
(sebutan untuk kaum muslimin_red) dari negara ini dan memadamkan api Sekte
Muhammad sehingga ia tidak muncul lagi sesudah ini... Saya yakin, jika kita
berhasil merebut jalur perdagangan Malaka ini dari tangan mereka (orang-orang
Moor), Kairo dan Mekkah akan hancur total dan Venesia tidak akan menerima
rempah-rempah kecuali para pedagangnya pergi dan membelinya di Portugis."
Dalam ekspansinya, Portugis juga mendapatkan mandat dari
Paus untuk menyebarkan agama Kristen kepada penduduk yang mereka jumpai. Ketika
Paus Alexander VI pada 4 Mei 1493 membagi dunia baru antara Portugis dan
Spanyol, salah satu syaratnya adalah raja atau negara harus memajukan misi
Katolik Romawi di daerah-daerah yang telah diserahkan kepada mereka itu. Maka
dari itu, kedatangan Portugis ke Nusantara –yang waktu itu penduduknya telah
banyak yang masuk Islam– tersebut dengan diikuti oleh sejumlah pendeta dan
misionaris. Seorang misionaris, Franciscus Xaverius, selama lima belas bulan
bekerja di Maluku berhasil membaptis beribu-ribu orang. Selain Maluku, misi
Katolik juga segera menyebar di daerah-daerah yang ditaklukkan Portugis,
seperti Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur.
Sejak 1600, Belanda dan Inggris berhasil merebut kuasa di
laut dari Portugis dan Spanyol. Dua tahun berikutnya, didirikanlah Verenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC), sebuah organisasi dagang yang dibentuk untuk
mencegah persaingan antarkelompok dagang Belanda. Selain mengejar keuntungan
ekonomis dan ikut membangun imperium Belanda, VOC juga mendapat mandat dari
Gereja Protestan Belanda (Gereformeerde Kerk), yang waktu itu berstatus
sebagai gereja negara, untuk menyebarkan iman Kristen, sesuai dengan isi pasal
36 Pengakuan Iman Belanda tahun 1561, yang antara lain berbunyi, "Juga
jabatan itu (maksudnya tugas pemerintah) meliputi: mempertahankan pelayanan
Gereja yang kudus, memberantas dan memusnahkan seluruh penyembahan berhala dan
agama palsu, menjatuhkan kerajaan Anti-Kristus, dan berikhtiar supaya kerajaan
Yesus Kristus berkembang."
Seperti halnya Portugis, kedatangan VOC ke Nusantara juga
disertai oleh pendeta-pendeta sebagai pegawai VOC. Mereka bertugas bukan saja
menyelenggarakan kebutuhan ruhani para pedagang, pegawai dan pasukan Belanda di
pulau-pulau tempat VOC telah membuka kantornya, tetapi juga mengusahakan
pertaubatan orang kafir dan pendidikan anak-anak mereka. Yang dimaksud dengan
orang kafir di sini tentu saja semua orang di luar penganut Kristen Protestan,
termasuk orang Islam.
Akan tetapi, selama 200 tahun menguasai beberapa wilayah
di Nusantara, pertumbuhan agama Kristen pada zaman VOC mempunyai hasil minim.
VOC hanya memprioritaskan daerah-daerah bekas koloni Portugis dan Spanyol,
seperti Maluku, Minahasa dan lainnya. Kegiatan para pendeta terbatas pada
melayani orang-orang Eropa dan orang-orang pribumi yang telah masuk Kristen.
Orang-orang Maluku yang sudah beragama Katolik dipaksa untuk berpindah ke
Protestan aliran Calvinisme. VOC lebih memedulikan keamanan keuntungan
komersial yang diraih daripada mengonversikan orang-orang Indonesia.
Upaya-upaya konversi terhadap pribumi, terutama di Jawa, dihindari karena
mereka takut akan pengaruh negatifnya terhadap perolehan keuntungan
ekonomi.
Setelah VOC runtuh pada 1799, Indonesia tidak lagi milik
suatu badan perdagangan, tetapi menjadi wilayah jajahan negara Belanda. Sejak
1795, Belanda diduduki oleh tentara Prancis. Hal ini mendorong pemerintah
Inggris menginvasi Jawa dan mengambil alih kekuasaan dari tangan pemerintah
Belanda. Masa peralihan sementara ini berlangsung dari 1811 hingga 1816. Di
bawah Thomas Stanford Raffles, Gubernur Inggris yang ditunjuk untuk memerintah
di Indonesia, agama Kristen –khususnya Kristen Protestan—mulai bisa menghirup
udara segar. Orang-orang Kristen Inggris memainkan peran menonjol dalam
kerja-kerja misionaris, dan Masyarakat Misionaris London (London Missionary
Society) kemudian mendirikan Gereja Baptis Inggris pertama di Batavia (kini
Jakarta).
Dengan berakhirnya pelbagai perang yang disulut Napoleon,
Hindia Belanda kembali jatuh ke tangan pemerintah Belanda. Sejak saat itu dan
selanjutnya, agama Kristen mulai mengakar di tanah Indonesia. Berbagai lembaga
misionaris pun dibentuk dan berlomba-lomba mengembangkan agama Kristen di
kalangan pribumi. Di antara lembaga misionaris tersebut, misalnya, adalah
sebagai berikut. Pada 1797 di Belanda dibentuk Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG) yang pada 1848
mengirim Jallesma ke Jawa. Tahun 1847, Gereja Mennonite di Belanda
mendirikan Doopsgezinde
Vereeniging ter bervordering der Evangelie-verbreiding in de Nederlandsche
bezittingen (DZV) yang mengirim Janz ke Jawa empat tahun kemudian.
Tahun 1851 di Batavia didirikan Het Genootschap voor In-en Uitwendige Zending
oleh orang-orang non-Gereja yang terimbau oleh gerakan Kristenisasi, seperti
Esser, residen di Timor, dan F.L. Anthing, wakil ketua Mahkamah Agung di
Batavia. Tahun 1855 dibentuk Het
Java Comite di negeri Belanda. Tahun 1858 berdiri Nederlandsche
Zendings Vereeniging yang memilih daerah berbahasa Sunda sebagai lokasi
kegiatan. Tahun 1859 terbentuk pula De Utrechtsche Zendings Vereeniging. Juga tahun 1859 berdiri De Nederlandsche Gereformeerde Zendings
Vereeniging (NGZV) yang beroperasi di Jawa Tengah kecuali beberapa
daerah di sekitar Gunung Muria dan Salatiga. Kedua daerah ini digarap oleh
lembaga misionaris lainnya.
Oleh karena sangat pesatnya perkembangan Kristen pada
abad XIX, sampai-sampai Sierk Coolsma dalam bukunya Dezendingseeuwvoor
Nederlandsche Oost-Indie menjuluki seluruh abad XIX sebagai periode
misioner agung dan jaya. Julukan ini memang oleh Karel Steenbrink dikatakan
tidak benar. Sebab, baru setelah tahun 1850 terjadi kebangkitan religius dan
misioner di Belanda, dan dampaknya di daerah koloni baru menjadi jelas tahun
1870-an ketika jumlah misionaris meningkat. Namun demikian, dibandingkan
abad-abad sebelumnya, penyebaran agama Kristen mengalami peningkatan yang cukup
berarti pada abad XIX. Memasuki abad XX, peningkatan tersebut semakin tajam
dengan mendapatkan dukungan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
B. Monopoli
perdagangan portugis dan spanyol
Pada tahun
1511, bangsa Portugis berhasil merebut dan menduduki Malaka. Kemudian pada
tahun 1512 Portugis datang di Maluku. Tanpa diduga pada tahun 1521 Spanyol
muncul dari arah Filipina dengan kapal Trinidad dan Victoria yang dipimpin oleh
Kapten Sebastian del Cano. Selanjutnya, Spanyol menjalin hubungan dengan
Tidore, saingan berat Ternate.
Portugis
merasa tidak senang ada saingan dari Spanyol di Tidore. Persaingan antara
Portugis dan Spanyol kembali terjadi, namun pada tahun 1529 berhasil
diselesaikan melalui Perjanjian Saragosa. Isi Perjanjian Saragosa yaitu Spanyol
kembali ke Filipina sedangkan Portugis tetap di Maluku. Saat Portugis
bersitegang dengan Spanyol, hubungan Ternate dan Tidore semakin memanas.
Ternate
meminta jaminan dukungan terhadap Portugis untuk menghadapi Tidore. Portugis
dengan senang hati menyanggupi, dengan syarat mendapatkan hak monopoli
perdagangan rempah-rempah di Ternate.
Akibatnya rakyat Ternate sangat dirugikan, mereka tidak lagi leluasa menjual rempah-rempah. Harga cengkih dan pala ditetapkan oleh Portugis dengan sangat rendah. Di Maluku, selain monopoli perdagangan Portugis juga bertindak sewenang-wenang dan kejam terhadap rakyat. Bahkan cenderung untuk menguasai wilayah.
Keadaan ini mengakibatkan hubungan yang semula terjalin dengan baik berubah menjadi hubungan permusuhan. Puncak pertentangan terjadi setelah Portugis dengan licik membunuh Sultan Hairun, Raja Ternate
Akibatnya rakyat Ternate sangat dirugikan, mereka tidak lagi leluasa menjual rempah-rempah. Harga cengkih dan pala ditetapkan oleh Portugis dengan sangat rendah. Di Maluku, selain monopoli perdagangan Portugis juga bertindak sewenang-wenang dan kejam terhadap rakyat. Bahkan cenderung untuk menguasai wilayah.
Keadaan ini mengakibatkan hubungan yang semula terjalin dengan baik berubah menjadi hubungan permusuhan. Puncak pertentangan terjadi setelah Portugis dengan licik membunuh Sultan Hairun, Raja Ternate
C. Monopoli
dagang belanda dan inggris
Pada
pertengahan pertama abad XVI, keadaan perdagangan Belanda masih tetap seperti keadaan
abad-abad sebelumnya.Pelayaran yang diselenggarakan masih berkisar antara Eropa
Utara dengan Eropa Selatan.
Pelabuhan-pelabuhan
di negeri Belanda masih berfungsi sebagai tempat pemberhentian dan pemuatan
barang-barabg ke kapal. Dalam lapangan perdagangan internasional, kota
Antwerpen menempati peran yang penting.
Kapal – kapal
dari berbagai bangsa dating ke Antwerpen membawa barang-barang yang berasal
dari Cadiz, Lisabon, Inggris, dan juga dari daerah timur.Eksport terpenting
Antwerpen adalah laken.
Hamper semua
pedagang besar Eropa memiliki kantor dagang sebagai perwakilan di kota ini.
Ketika terjadi perselisihan antara Belanda dengan Spanyol, Antwerpen memihak
kepada Belanda.Pada akhir abad XVI pedagang-pedagang Belanda mulai mengadakan
pelayaran di Laut Tengah.
Dalam tahun
1580 terjadi perubahan politik akibat dikalahkannya Portugas atas
Spanyol.Akibatnya pedagang Belanda mengalami kesusahan dalam perdagangan.Para
pedagang Belanda akhirnya merasa perlu untuk menemukan sendiri jalan ke arah timur,
ke daerah sumber barang-barang yang sebelumnya dapat diperoleh di Lisabon.
Kondisi-kondisi objektif yang dimiliki oleh para pedagang Belanda sebagai
dorongan untuk menemukan jalan ke timur (Hindia) adalah :
Modal yang
mereka miliki sebagai keuntungan perdagangan laut timur sudah cukup untuk
mengadakan penjelajahan ke dunia Timur.
2. Syarat-syarat teknis sudah terpenuhi untuk melakukan penjelajahan samudra.
2. Syarat-syarat teknis sudah terpenuhi untuk melakukan penjelajahan samudra.
3. Sejak
tahun 1594 prdagang-pedagang Belanda dilarang melakukan kegiatan dagang di
Lisabon melalui dekrit yang dikeluarkan oleh raja Phillipus II dari Spanyol.
Tujuan dikeluarkannya dekrit tersebut adalah untuk mematika sumber perekonomian
Belanda, sehingga tidak mampu membiayai perangnya melawan Spanyol.
Portugis yang
sudah terlebih dahulu dating ke Asia menguasai Lautan Hindia dan Teluk Persia
hingga Selat Malaka tidak menghendaki bangsa Eropa lain mendekati wilayah
kekuasaanya. Oleh karena itu, pedagang-pedagang Belanda berlayar menjahui
daerah-daerah yang membentang di Lautan Hindia tersebut. Itulah sebabnya
pedagang-pedagang Belanda yang melakukan espedisi pertamanya ke perairan
Indonesia, setelah dari ujung selatan benua Afrika langsung menuju ke Jawa yang
belum diduduki Portugis.Pedagang-pedagang Belanda banyak menaruh kepercayaan
kepada keberhasilan ekspedisi dagang pertama yang mencapai wilayah Indonesia.
Oleh karena
semangat dagang yang lebih besar yang dimiliki oleh orang-orang Belanda, maka
mereka berusaha membentuk organisasi dagang yang benar-benar rapi dalam rangka
memperoleh keuntungansecara ekonomis.Pada tahun 1602 terwujud dibentuknya
Vereenigde Oost Indische Compsgnie (VOC) yang terbentuk atas prakarsa dari
Johan van Oldenbarneveld. Keja sama pedagang-pedagang VOC ini dianggap penting
karena alasan-alasan berikut : 1. Secara bersama-sama diperlukan adanya suatu
kekuatan untuk menghadapi kekuasaan Spanyol dan Portugis. 2. Perjalanan yang
jauh dan penuh resiko dalam pelayaran dapat diperingan dengan kerjasama di
antara mereka. 3. Untuk dapat mempertahankan diri di Asia, maka mereka harus
memegang monopoli perdagangan.
Segera setelah VOC berdiri dibentuk, pada tahun 1602 itu pula organisasi ini memperoleh hak octroi dari staten general yang isinya adalah monopoli perdagangan di wilayah yang membentang antara Tanjung Harapan (Afrika Selatan) hingga selat MagelhaensAmerika Selatan). Semua hak yang dimiliki VOC itu secara ketatanegaraan sebenarnya merupakan hak yang dimiliki oleh suatu Negara yang berdaulat.Untuk memperkuat kedudukan VOC di Indonesia, pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa. Hak-hak istimewa VOC tersebut antara lain :
a. Hak monopoli dagang
b. Hak membuat dan mencetak uang
c. Hak membentuk tentara
d. Hak menyatakan perang ataupun membuat perjanjian Tujuan diberikannya hak octroi itu dimaksudkan:
1. Mencegah terjadinya persaingan diantara pedagang-pedagang Belanda sendiri.
2. Mampu secara bersama-sama mengahadapi persaingan sesama pedagang Eropa dan pedagang Asia.
3. Memberikan kekuasaan kepada para pedagang untuk mengadakan perlawanan terhadap Spanyol dan Portugis.
Bagi para pendiri VOC (kebanyakan pendirinya adalah bekas anggota-anggota compagnie van verre ). Kumpeni dagang Belanda ini dimulai dengan modal 6,5 juta gulden yang terbagi atas saham-saham. Untuk memperkuat kedudukan kumpeni di Indonesia, De Heren Seventien pada tahun 1609 memutuskan untuk memberikan pimpinan pusat kepada perusahanny yang adaa di Indonesia.
Untuk pertama kali Pieter both diangkatsebagai pimpinan tertinggi kumpeni di Indonesia sebagai Gebernur Jenderal di Ambon.Dalam melaksanakan tugasnya, gubernur jenderal dibantu oleh beberapa Dewan Hindu yang merupakan penasehat-penasehat yang ahli dalam masalah-masalah penduduk bumiputera.Fungsi seorang gubernur jenderal adalah sebagai kepala militer, kepala pemerintahan sipil, dan kepala perdagangan.Dengan demikian Ambon berfungsi sebagai pusatmiliter, pusat pemerintahan dan pusat dagang.Sementara itu dalam perdagangan, posisi Portugis semakin terdesak akibat sifat perdagangannya yang agresif.
Namun saingan berat yang muncul adalah pedagang-pedagang Inggris.Pada masa kepimpinan gubernur jenderal dipegang oleh J.P.Coen diputuskan untuk melakukan perlawanan terhadap pedagang-pedagang dari Inggris. J.P.Coen memidahkan pusat kegiatan dari Ambon ke Batavia.Pemindahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pangkalan militer dan pangkalan dagang yang dekat dengan pelayaran-pelayaran menuju Tanjung Harapan, India, Melayu dan Asia Timur.
Segera setelah VOC berdiri dibentuk, pada tahun 1602 itu pula organisasi ini memperoleh hak octroi dari staten general yang isinya adalah monopoli perdagangan di wilayah yang membentang antara Tanjung Harapan (Afrika Selatan) hingga selat MagelhaensAmerika Selatan). Semua hak yang dimiliki VOC itu secara ketatanegaraan sebenarnya merupakan hak yang dimiliki oleh suatu Negara yang berdaulat.Untuk memperkuat kedudukan VOC di Indonesia, pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa. Hak-hak istimewa VOC tersebut antara lain :
a. Hak monopoli dagang
b. Hak membuat dan mencetak uang
c. Hak membentuk tentara
d. Hak menyatakan perang ataupun membuat perjanjian Tujuan diberikannya hak octroi itu dimaksudkan:
1. Mencegah terjadinya persaingan diantara pedagang-pedagang Belanda sendiri.
2. Mampu secara bersama-sama mengahadapi persaingan sesama pedagang Eropa dan pedagang Asia.
3. Memberikan kekuasaan kepada para pedagang untuk mengadakan perlawanan terhadap Spanyol dan Portugis.
Bagi para pendiri VOC (kebanyakan pendirinya adalah bekas anggota-anggota compagnie van verre ). Kumpeni dagang Belanda ini dimulai dengan modal 6,5 juta gulden yang terbagi atas saham-saham. Untuk memperkuat kedudukan kumpeni di Indonesia, De Heren Seventien pada tahun 1609 memutuskan untuk memberikan pimpinan pusat kepada perusahanny yang adaa di Indonesia.
Untuk pertama kali Pieter both diangkatsebagai pimpinan tertinggi kumpeni di Indonesia sebagai Gebernur Jenderal di Ambon.Dalam melaksanakan tugasnya, gubernur jenderal dibantu oleh beberapa Dewan Hindu yang merupakan penasehat-penasehat yang ahli dalam masalah-masalah penduduk bumiputera.Fungsi seorang gubernur jenderal adalah sebagai kepala militer, kepala pemerintahan sipil, dan kepala perdagangan.Dengan demikian Ambon berfungsi sebagai pusatmiliter, pusat pemerintahan dan pusat dagang.Sementara itu dalam perdagangan, posisi Portugis semakin terdesak akibat sifat perdagangannya yang agresif.
Namun saingan berat yang muncul adalah pedagang-pedagang Inggris.Pada masa kepimpinan gubernur jenderal dipegang oleh J.P.Coen diputuskan untuk melakukan perlawanan terhadap pedagang-pedagang dari Inggris. J.P.Coen memidahkan pusat kegiatan dari Ambon ke Batavia.Pemindahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pangkalan militer dan pangkalan dagang yang dekat dengan pelayaran-pelayaran menuju Tanjung Harapan, India, Melayu dan Asia Timur.
Inggris
Kedatangan
bangsa Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake dan Thomas
Cavendish.Dengan mengikuti jalur yang dilalui Magellan, pada tahun 1579 Francis
Drake berlayar ke Indonesia.Armadanya berhasil membawa rempah-rempah dari
Ternate dan kembali ke Inggris lewat Samudera Hindia. Perjalanan beriktunya
dilakukan pada tahun 1586 oleh Thomas Cavendish melewati jalur yang sama.
Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan pelayaran internasioalnya.Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor wol, menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah.Ratu Elizabeth I kemudian memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus perdagangan dengan Asia.
EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia.Armada EIC yang dipimpin James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat Afrika). Kedatangan mereka ke dunia timur juga didorong oleh kebutuhan untuk mencari daerah pasaran bagi hasil industrinya,terutama tektils dan lebih utama lagi adalah wool. Perdagang-pedagang Inggris juga membawa rempah-rempah ke Eropa tetapi Inggris tidak melibatkan diri dalam perdagangan rempah-rempah karena sudah banyak saingan di Eropa yaitu Portugis dan Belanda.
Di wilayah Asia, Inggris sedapat mungkin menghindari bentrokan dengan Eropa yang lain. Perang perdagangan dilakukan jika keadaan sangat terpaksa. Ekspedisi Inggris ke dunia Timur dilakukan dengan menghindari pos-pos dagang yang telah dikuasai oleh bangsa lain. Ketika berlangsung ekspedisi antara tahun 1577 – 1580 di bawah Francis Drake, tebukalah harapan untuk melakukan penjajahan lebih lanjut. Periode antara 1591 – 1602 dilaksanakan secara sungguh-sungguh usaha untuk menemukan jalan ke Asia.Usaha mereka akhirnya berhasil yaitu dibuktikan dengan diselenggarakanya hubungan perdagangan dengan Aceh dan Banten sejak tahun 1602.
Secara keseluruhan perdagangan Inggris di Asia dilaksanakan dengan lebih tenang dibanding dengan saingannya dari Eropa.Di wilayah Indonesia, Inggris tidak menemukan sesuatu yang mereka cari.Oleh karena itu, perhatian mereka terhadap Indonesia tidak begitu besar. Kurangnya perhatian terhadap Indonesiadisebabkan oleh 2 hal, yaitu :
1. Indonesia tidak memiliki cukup persediaan bahan untuk keperluan indusri tekstil, yaitu kapas.
2. Belanda yang sudah dahulu masuk ke Indonesia menggunakan kekerasan dalam menghadapi pesaing-pesaing dagangnya
Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan pelayaran internasioalnya.Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor wol, menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah.Ratu Elizabeth I kemudian memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus perdagangan dengan Asia.
EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia.Armada EIC yang dipimpin James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat Afrika). Kedatangan mereka ke dunia timur juga didorong oleh kebutuhan untuk mencari daerah pasaran bagi hasil industrinya,terutama tektils dan lebih utama lagi adalah wool. Perdagang-pedagang Inggris juga membawa rempah-rempah ke Eropa tetapi Inggris tidak melibatkan diri dalam perdagangan rempah-rempah karena sudah banyak saingan di Eropa yaitu Portugis dan Belanda.
Di wilayah Asia, Inggris sedapat mungkin menghindari bentrokan dengan Eropa yang lain. Perang perdagangan dilakukan jika keadaan sangat terpaksa. Ekspedisi Inggris ke dunia Timur dilakukan dengan menghindari pos-pos dagang yang telah dikuasai oleh bangsa lain. Ketika berlangsung ekspedisi antara tahun 1577 – 1580 di bawah Francis Drake, tebukalah harapan untuk melakukan penjajahan lebih lanjut. Periode antara 1591 – 1602 dilaksanakan secara sungguh-sungguh usaha untuk menemukan jalan ke Asia.Usaha mereka akhirnya berhasil yaitu dibuktikan dengan diselenggarakanya hubungan perdagangan dengan Aceh dan Banten sejak tahun 1602.
Secara keseluruhan perdagangan Inggris di Asia dilaksanakan dengan lebih tenang dibanding dengan saingannya dari Eropa.Di wilayah Indonesia, Inggris tidak menemukan sesuatu yang mereka cari.Oleh karena itu, perhatian mereka terhadap Indonesia tidak begitu besar. Kurangnya perhatian terhadap Indonesiadisebabkan oleh 2 hal, yaitu :
1. Indonesia tidak memiliki cukup persediaan bahan untuk keperluan indusri tekstil, yaitu kapas.
2. Belanda yang sudah dahulu masuk ke Indonesia menggunakan kekerasan dalam menghadapi pesaing-pesaing dagangnya
Bentuk-Bentuk Perlawanan Rakyat dalam Menentang
Kolonialisme Barat di Berbagai Daerah.
Kebijakan pemerintah kolonial di
bidang politik pada abad ke-19 semakin intensif dan pengaruhnya semakin kuat.
Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan penduduk pribumi, dan hilangnya
kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah berbagai bentuk perlawanan dari
rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil, atau gerakan sosial, dan
perlawanan besar.
1. Perlawanan Pattimura (1817)
a. Latar Belakang Terjadinya
Perlawanan
Maluku termasuk daerah yang
paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil memaksakan monopoli
perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada Belanda. Kalau
tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai penyelundup dan
pembangkang. Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah
pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura,
adalah sebagai berikut.
1) Kembalinya pemerintahan
kolonial Belanda di Maluku dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan
sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan dan peraturan. Apabila perubahan itu
menimbulkan banyak kerugian atau penghargaan yang kurang, sudah barang tentu
akan menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan.
2) Pemerintah kolonial Belanda
memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada zaman pemerintahan
Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien,
herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda mengharuskannya lagi. Tambahan
pula tarif berbagai barang yang disetor diturunkan, sedang pembayarannya
ditunda-tunda.
3) Pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang sudah berlaku di
Maluku, menambah kegelisahan rakyat.
4) Belanda juga mulai
menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu (Tentara)
Belanda.
b. Jalannya Perlawanan
Protes rakyat di bawah pimpinan
Thomas Matulessi diawali dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada
Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja
dari Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan dari Belanda. Pada
tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang, di antaranya Thomas Matulessi
berkumpul di hutan Warlutun dan memutuskan untuk menghancurkan benteng di
Saparua dan membunuh semua penghuninya.
Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah
lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut. Dipilihnya Thomas Matulessi
sebagai kapten.
Serangan dimulai pada tanggal 15
Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di Porto. Residen Van den Berg dapat
ditawan, namun kemudian dilepas lagi.
Keesokan harinya rakyat mengepung
benteng Duurstede dan direbut dengan penuh semangat. Seluruh isi benteng itu
dibunuh termasuk residen Van den Berg beserta keluarga dan para perwira
lainnya. Rakyat Maluku berhasil menduduki benteng Duurstede.
Setelah kejadian itu, Belanda
mengirimkan pasukan yang kuat dari Ambon lengkap dengan persenjataan di bawah
pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi ini berangkat tanggal 17 Mei 1817. Dengan
perjalanan yang melelahkan, pada tanggal 20 Mei 1817 pasukan itu tiba di
Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan Pattimura. Pasukan Belanda
dapat dihancurkan dan Mayor Beetjes mati tertembak.
Belanda berusaha mengadakan
perundingan dengan Pattimura namun tidak berhasil sehingga peperangan terus
berkobar. Belanda terus-menerus menembaki daerah pertahanan Pattimura dengan
meriam, sehingga benteng Duurstede terpaksa dikosongkan. Pattimura mundur,
benteng diduduki Belanda, tetapi kedudukan Belanda dalam benteng menjadi sulit
karena terputus dengan daerah lain. Belanda minta bantuan dari Ambon. Setelah
bantuan Belanda dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang,
Belanda mengadakan serangan besarbesaran (November 1817).
c. Akhir Perlawanan
Serangan Belanda tersebut,
menyebabkan pasukan Pattimura semakin terdesak. Banyak daerah yang jatuh ke
tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang tertangkap yaitu Rhebok,
Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas Latumahina, dan Johanes
Mattulessi. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang kemudian
dibawa ke Saparua. Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja sama, namun
Pattimura menolak. Oleh karena itu, pada tanggal 16 Desember 1817
Pattimura dihukum gantung di
depan benteng Victoria Ambon. Sebelum digantung, Pattimura berkata
”Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak
Pattimura-Pattimura muda akan bangkit”.
Tertangkapnya para pemimpin
rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melawan
Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh Belanda.
2. Perlawanan Kaum Padri (1821 – 1837)
a. Latar Belakang Terjadinya
Perlawanan
Kaum Adat di Minangkabau
mempunyai kebiasaan yang kurang baik yaitu minum-minuman keras, berjudi, dan menyabung
ayam. Kebiasaan itu dipandang oleh kaum Padri sangat bertentangan dengan agama
Islam.
Kaum Padri berusaha menghentikan
kebiasaan itu, tetapi Kaum Adat menolaknya maka kemudian terjadilah
pertentangan antara kedua golongan tersebut.
Gerakan Padri di Sumatera Barat,
bermula dengan kedatangan tiga orang haji asal Minangkabau dari Mekkah tahun
1803. Ketiga haji tersebut adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang.
Ketiga haji itu membawa perubahan baru dalam masyarakat Minangkabau dan
sekaligus ingin menghentikan kebiasaan yang dianggapnya menyimpang dari ajaran
agama Islam.
Tujuan gerakan Padri adalah untuk
membersihkan kehidupan agama Islam dari
pengaruh-pengaruh kebudayaan dan
adat istiadat setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam. Diberantasnya
perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan yang dianggap merusak kehidupan
beragama. Gerakan ini kemudian terkenal dengan nama “Gerakan Wahabi”. Kaum adat
tidak tinggal diam, tetapi mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Datuk Sati,
maka terjadilah perang saudara.
Perang saudara mulai meletus di
Kota Lawas, kemudian menjalar ke kota-kota lain, seperti Bonjol, Tanah Datar,
dan Alahan Panjang. Tokoh-tokoh kaum Padri yang terkenal adalah Tuanku Imam
Bonjol, Tuanku nan Cerdik, Tuanku Pasaman, dan Tuanku Hitam. Kaum adat mulai
terdesak. Ketika Belanda menerima penyerahan kembali daerah Sumatera Barat dari
Inggris, kaum adat meminta bantuan kepada Belanda menghadapi kaum Padri. Oleh
karena itu, kaum Padri juga memusuhi Belanda.
b. Jalannya Perlawanan
Musuh kaum Padri selain kaum adat
adalah Belanda. Perlawanan dimulai tahun 1821 dengan serbuan ke berbagai pos
Belanda dan pencegatan terhadap patroli Belanda. Pasukan Padri bersenjatakan
senjata tradisional, sedangkan pihak musuh menggunakan meriam dan jenis senjata
lainnya. Pertempuran berlangsung seru sehingga banyak menimbulkan korban kedua
belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar
diberi nama Fort Van Der Capellen. Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di
berbagai tempat, antara lain Agam dan Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang
banyak jumlahnya.
Tanggal 22 Januari 1824 diadakan
perjanjian Mosang dengan kaum Padri, namun kemudian dilanggar oleh Belanda.
Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh Kolonel De Stuers. Dia membangun
Benteng Fort De Kock, di Bukit Tinggi. Tanggal 15 November 1825 diadakan
perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh Tuanku Nan Renceh dan Tuanku
Pasaman. Seorang Arab, Said Salimuljafrid bertindak sebagai perantara. Pada
hakikatnya berulang-ulang Belanda mengadakan perjanjian itu dilatarbelakangi
kekuatannya yang tidak mampu menghadapi serangan kaum Padri, di samping itu
bantuan dari Jawa tidak dapat diharapkan, karena di Jawa sedang pecah Perang
Diponegoro.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum
Padri telah meluas sampai ke Batak Mandailing, Tapanuli. Di Natal, Tapanuli
Baginda Marah Husein minta bantuan kepada kaum Padri mengusir Gubernur Belanda
di sana. Maka setelah selesai perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku
Nan Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda di sana.
Tahun 1829 De Stuers digantikan
oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang Maret 1931. Dengan bantuan
Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke
Bonjol. Sejak itu kampung demi kampung dapat direbut Belanda. Tahun 1932 datang
bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo. Dengan cepat Lintau, Bukit,
Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat dikuasai oleh Belanda.
Melihat kenyataan ini baik kaum Adat maupun kaum Padri menyadari arti
pentingnya pertahanan. Maka bersatulah mereka bersama-sama menghadapi penjajah
Belanda.
c. Akhir Perlawanan
Setelah daerah-daerah sekitar
Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan ditujukan langsung ke benteng
Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia
untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini disertai dengan
penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain.
Perundingan perdamaian ini adalah
siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat
lubang yang menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan luar benteng, di
samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan perundingan
ini menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua
bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol, yang didahului dengan pertempuran
yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak menolong, karena musuh
berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu tidak dapat dihindarkan
lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Pasukan Padri terdesak dan
benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belanda menyebabkan Tuanku Imam
Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada tanggal 25 Oktober 1937. Walaupun
Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan kaum Padri telah
dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung dipimpin oleh Tuanku
Tambusi pada tahun 1838. Setelah itu berakhirlah perang Padri dan daerah
Minangkabau dikuasai oleh Belanda.
3. Perlawanan Diponegoro (1825 – 1830)
Perlawanan rakyat Jawa di bawah
pimpinan Pangeran Diponegoro merupakan pergolakan terbesar yang dihadapi
pemerintah kolonial Belanda di Jawa. Pemerintah kolonial Belanda mengalami
kesulitan mengatasi perlawanan ini dan menanggung biaya yang sangat besar.
Adapun sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro dapat dibagi menjadi dua, yaitu
sebab umum dan sebab khusus.
a. Sebab-Sebab Umum
1) Wilayah Mataram semakin dipersempit dan terpecah
Karena ulah penjajah, kerajaan Mataram
yang besar, di bawah Sultan Agung Hanyokrokusumo, terpecah belah menjadi
kerajaan yang kecil. Melalui perjanjian Gianti 1755, kerajaan Mataram dipecah
menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayoyakarta. Dengan perjanjian
Salatiga 1757 muncullah kekuasaan baru yang disebut Mangkunegaran dan pada
tahun 1813 muncul kekuasaan Pakualam. Kenyataan inilah yang dihadapi oleh
Diponegoro.
2) Masuknya adat Barat ke dalam kraton
Pengaruh Belanda di kraton makin
bertambah besar. Adat kebiasaan kraton Yogyakarta seperti menyajikan sirih
untuk Sultan bagi pembesar Belanda yang menghadap Sultan, dihapuskan.
Pembesar-pembesar Belanda duduk sejajar dengan sultan. Yang paling
mengkhawatirkan adalah masuknya minuman keras ke kraton dan beredar di kalangan
rakyat.
3) Belanda ikut campur tangan dalam urusan kraton
Campur tangan yang amat dalam
mengenai penggantian tahta dilaksanakan oleh Belanda. Demikian pula mengenai
pengangkatan birokrasi kerajaan. Misalnya pengangkatan beberapa pegawai yang
ditugaskan untuk memungut pajak.
4) Hak-hak para bangsawan dan abdi dalem dikurangi
Telah terjadi kebiasaan bahwa
kepada keluarga raja (sentana dalem), memberikan jaminan hidup berupa tanah
apanase, juga kepada pegawai kerajaan (abdi dalem) diberikan gaji berupa tanah
lungguh. Pada masa Kompeni maupun masa kolonial Inggris dan Belanda, banyak
tanah-tanah tersebut diambil oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian para
bangsawan (sentana dalem) dan para abdi banyak yang kehilangan sumber
penghasilan. Akibatnya di hati mereka timbul rasa tidak senang karena
hak-haknya dikurangi, termasuk hak-hak raja dan kerajaan.
5) Rakyat menderita akibat dibebani berbagai pajak
Berbagai macam pajak yang
dibebankan pada rakyat, antara lain:
- pejongket (pajak pindah
rumah);
- kering aji (pajak tanah);
- pengawang-awang (pajak
halaman-pekarangan);
- pencumpling (pajak
jumlah pintu);
- pajigar (pajak ternak);
- penyongket (pajak pindah
nama);
- bekti (pajak menyewa
tanah atau menerima jabatan).
b. Sebab Khusus
Sebab yang meledakkan perang
ialah provokasi yang dilakukan penguasa Belanda seperti merencanakan pembuatan
jalan menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan membongkar makam keramat. Sebagai
protes patok-patok (tanda dari tongkat kayu pendek) untuk pembuatan jalan
dicabut dan diganti dengan tombak-tombak. Residen Smissaert berusaha mengadakan
perundingan tetapi, Pangeran Diponegoro tidak muncul, hanya mengirim wakilnya,
Pangeran Mangkubumi. Asisten Residen Chevallier untuk menangkap kedua pangeran,
digagalkan oleh barisan rakyat di Tegalreja. Mereka telah meninggalkan tempat.
Pangeran Diponegoro pindah ke Selarong tempat ia memimpin perang.
Pangeran Diponegoro minta kepada
Residen agar Patih Danurejo dipecat. Surat baru mulai ditulis mendadak rumah
Pangeran Diponegoro diserbu oleh serdadu Belanda di bawah pimpinan Chevailer.
Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo beserta keluarganya. Rumah Pangeran
Diponegoro dibakar habis. Dia diikuti oleh Pangeran Mangkubumi. Pergilah mereka
ke Kalisoka dan dari sanalah meletus perlawanan Pangeran Diponegoro (20 Juli
1825). Banyak para pangeran dan rakyat menyusul Pangeran Diponegoro ke Kalisoka
untuk ikut melakukan perlawanan dengan berlandaskan tekad perang suci membela
agama Islam (Perang Sabil) menentang ketidakadilan. Dari Kalisoka pengikut
Pangeran Diponegoro tersebut dibawa ke Goa Selarong, jaraknya 7 pal (13 km)
dari Yogyakarta. Pasukan Belanda yang mengejar Pangeran Diponegoro dapat
dibinasakan oleh pasukan Pangeran Diponegoro di bawah pimpinan Mulya Sentika.
Yogyakarta menjadi kacau, prajurit Belanda dan Sultan Hamengku Buwana V
menyingkir ke Benteng Vredenburg.
c. Jalannya Perlawanan
Dari Selarong, tentara Diponegoro
mengepung kota Yogyakarta sehingga Sultan Hamengku Buwana V yang masih
kanak-kanak diselamatkan ke Benteng Belanda. Perang berpindah dari satu daerah
ke daerah lainnya dengan siasat perang gerilya dan mendadak menyergap musuh.
Pangeran Diponegoro ternyata seorang panglima perang yang cakap. Berkali-kali
pasukan Belanda terkepung dan dibinasakan. Belanda mulai cemas. Dipanggillah
tentaranya yang berada di Sumatera, Sulawesi, Semarang, dan Surabaya untuk
menghadapi laskar Diponegoro. Namun, usaha itu sia-sia.
Pusat pertahanan Diponegoro
dipindahkan ke Plered. Dari sini gerakan Diponegoro meluas sampai di
Banyuwangi, Kedu, Surakarta, Semarang, Demak, dan Madiun. Kemenangan yang
diperoleh Diponegoro membakar semangat rakyat sehingga banyak yang
menggabungkan diri. Bupati daerah dan bangsawan kraton banyak juga yang memihak
kepadanya. Misalnya Bupati Madiun, Bupati Kertosono,
Pangerang Serang, dan Pangeran
Suriatmojo dari Banyumas. Di Plered, Pangeran Diponegoro sempat dinobatkan
menjadi sultan dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra Amirul Mukminin
Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa, berpusat di Plered. Tanggal 9 Juni
1862 Plered diserbu Belanda. Pertahanan dipimpin oleh Kerta Pengalasan. Dalam
perang tersebut, Pangeran Diponegoro dibantu seorang yang gagah berani, bernama
Sentot dengan gelar Alibasyah Prawirodirjo, putra dari Bupati Madiun Raden
Ronggo Prawirodirjo.
Dari Plered, pertahanan Pangeran
Diponegoro dipindahkan lagi ke Deksa. Belanda mengalami kesulitan dalam
menghadapi pasukan Diponegoro. Belanda terpaksa mendatangkan pasukan tambahan
dari negeri Belanda. Namun, pasukan tambahan Belanda tersebut dapat dihancurkan
oleh pasukan Diponegoro. Akibat berbagai kekalahan perang pada periode tahun
1825 – 1826 Belanda pada tahun 1827 mengangkat Jenderal De Kock menjadi
panglima seluruh pasukan Belanda di Jawa.
Belanda menggunakan siasat perang
baru yang dikenal dengan ”Benteng Stelsell”, yaitu setiap daerah yang dikuasai
didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya. Antara benteng yang satu
dan benteng lainnya dihubungkan oleh pasukan gerak cepat. Benteng Stelsell atau
Sistem Benteng ini mulai dilaksanakan oleh Jenderal De Kock pada tahun 1827.
Tujuannya adalah untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dengan jalan
mendirikan pusat-pusat pertahanan berupa bentengbenteng di daerah-daerah yang
telah dikuasainya penasihat Perang Diponegoro beliau seorang ulama dari daerah Surakarta,
meninggal pada tanggal 20 Desember 1849 di Tondano
Dengan adanya siasat baru ini perlawanan pasukan
Diponegoro makin lemah. Di samping itu Belanda berusaha menjauhkan Diponegoro
dari pengikutnya.
d. Akhir Perlawanan
Penyerahan para pangeran ini secara
berturut-turut sangat memukul perasaan Diponegoro. Dalam menghentikan
perlawanan Diponegoro, Belanda menempuh jalan yang mungkin. Rupanya Belanda
memakai prinsip menghalalkan cara untuk mencapai tujuan dalam menghadapi
Diponegoro.
Belanda mengajak Pangeran
Diponegoro untuk berunding di Magelang, Belanda berjanji seandainya perundingan
gagal, Pangeran Diponegoro boleh melanjutkan kembali ke medan perang.
Perundingan ini baru dilaksanakan
pada tanggal 28 Maret 1830, setelah Diponegoro beristirahat selama 20 hari
karena bulan Ramadhan. Ternyata perundingan ini menemui kegagalan dan dalam
perundingan itulah Pangeran Diponegoro ditangkap.
Belanda telah mengkhianati
Diponegoro. Belanda telah mengkhianati janjinya. Dari Magelang Diponegoro
dibawa ke Semarang dan Batavia. Akhirnya diasingkan ke Manado tanggal 3
Mei 1830.
Pada tahun 1834 ia dipindahkan ke
Makasar (sekarang Ujung Pandang) dan wafat tanggal 8 Januari 1855 dalam usia 70
tahun.
MASUKNYA
KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA
A. Pendahuluan
Kolonialisme adalah penguasaan suatu wilayah dan rakyatnya oleh negara lain untuk tujuan-tujuan yang bersifat militer atau ekonomi.
Kolonialisme adalah penguasaan suatu wilayah dan rakyatnya oleh negara lain untuk tujuan-tujuan yang bersifat militer atau ekonomi.
Imprealis adalah usaha untuk
menguasai daerah lain atau perluasan daerah jajahan atau kekuasaan. Tujuannya
adalah untuk memperoleh kekayaan, rizki, segala macam kemewahan dunia dan
kebendaan dengan segala macam cara.
B. Latar belakang Kedatangan
Orang-Orang Eropa ke Dunia Timur
Perkembangan kolonialisme dan imprialisme erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa pada masa-masa Renaissance, Reformasi Gereja, Merkantilisme, Revolusi Industri, dan Revolusi Perancis
Perkembangan kolonialisme dan imprialisme erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa pada masa-masa Renaissance, Reformasi Gereja, Merkantilisme, Revolusi Industri, dan Revolusi Perancis
1. Renaissance dan Humanisme
Adalah usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi. Pada abad ke-14, 15 di Eropa terdapat suatu gerakan cendikiawan dan ilmuwan untuk mengkaji kembali ilmu pengetahuan, seni, sastra, arsitektur, dan filsafat Yunani dan Romawi dengan penafsiran baru. Tujuannya untuk memperteguh ajaran Kristiani dan mengubah pandangan hidup abad pertengahan yang bersifat dogmatik menjadi pandangan yang berdasarkan akal.
Humanisme adalah faham yang berusaha mempelajari dan menyelidiki buku-buku kuno yang ditinggalkan bangsa Yunani dan Romawi.
` Tersebarnya ilmu pengetahuan adalah berkat jasa Gutenberg seorang Jerman yang menemukan mesin cetak, dimungkinkan ditulisnya buku dalam jumlah yang cukup banyak.
Adalah usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi. Pada abad ke-14, 15 di Eropa terdapat suatu gerakan cendikiawan dan ilmuwan untuk mengkaji kembali ilmu pengetahuan, seni, sastra, arsitektur, dan filsafat Yunani dan Romawi dengan penafsiran baru. Tujuannya untuk memperteguh ajaran Kristiani dan mengubah pandangan hidup abad pertengahan yang bersifat dogmatik menjadi pandangan yang berdasarkan akal.
Humanisme adalah faham yang berusaha mempelajari dan menyelidiki buku-buku kuno yang ditinggalkan bangsa Yunani dan Romawi.
` Tersebarnya ilmu pengetahuan adalah berkat jasa Gutenberg seorang Jerman yang menemukan mesin cetak, dimungkinkan ditulisnya buku dalam jumlah yang cukup banyak.
2. Reformasi Gereja
Gerakan reformasi yang muncul pada abad ke-15 merupakan protes terhadap gaya hidup para biarawan yang dianggap telah menyimpang dari ajaran-ajaran kristus.
Gerakan reformasi yang muncul pada abad ke-15 merupakan protes terhadap gaya hidup para biarawan yang dianggap telah menyimpang dari ajaran-ajaran kristus.
3. Merkantilisme
Adalah aliran yang mengajarkan
proteksi ekonomi. Negara aliran ini sangat kuat pengaruhnya sehingga pada abad
ke-18 berkembang menjadi politik ekonomi di negara Eropa Barat.
4. Revolusi Industri
Perubahan besar, cepat, mendadak dan radikal yang mempengaruhi corak kehidupan manusia disebut revolusi.
Antara tahun 1760-1840, perindustrian di Inggris mengalami perubahan besar sebagai negara yang memiliki daerah koloni yang cukup luas, Inggris berada dalam keadaan yang relatif makmur. Persekutuan Dagang Hindia Timur (East India Company) milik Inggris mendatangkan keuntungan yang memiiki cukup banyak berkat perdagangan yang dilakukan dengan daerah jajahannya.
Kemajuan dan perubahan dalam bidang industri yang dicapai oleh Inggris kemudian menyebar ke negara-negara lain di Eropa sehingga muncullah negara-negar industri yang berlomba-omba menguasai pasar. Dengan demikian terjadi perlombaan mencari daerah jajahan.
Perubahan besar, cepat, mendadak dan radikal yang mempengaruhi corak kehidupan manusia disebut revolusi.
Antara tahun 1760-1840, perindustrian di Inggris mengalami perubahan besar sebagai negara yang memiliki daerah koloni yang cukup luas, Inggris berada dalam keadaan yang relatif makmur. Persekutuan Dagang Hindia Timur (East India Company) milik Inggris mendatangkan keuntungan yang memiiki cukup banyak berkat perdagangan yang dilakukan dengan daerah jajahannya.
Kemajuan dan perubahan dalam bidang industri yang dicapai oleh Inggris kemudian menyebar ke negara-negara lain di Eropa sehingga muncullah negara-negar industri yang berlomba-omba menguasai pasar. Dengan demikian terjadi perlombaan mencari daerah jajahan.
5. Revolusi Perancis
Sejak 1795, Negeri Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis. Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya Louis, sebagai penguasa Negeri Belanda. Pada tahun 1808 Louis Napoleon mengirim Marsekal Herman Willem Daendek ke Indonesia menjadi Gubernur Jenderal. Sebagai orang yang sangat mengagumi prinsip-prinsip Revolusi Perancis, dia membawa paham liberal ke Indonesia.
Sejak 1795, Negeri Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis. Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya Louis, sebagai penguasa Negeri Belanda. Pada tahun 1808 Louis Napoleon mengirim Marsekal Herman Willem Daendek ke Indonesia menjadi Gubernur Jenderal. Sebagai orang yang sangat mengagumi prinsip-prinsip Revolusi Perancis, dia membawa paham liberal ke Indonesia.
C. Faktor-Faktor Pendorong Bangsa
Eropa dalam Penjelajahan Samudera
a) Adanya keinginan mencari kekayaan (gold), kekayaan yang dicari adalah rempah-rempah
b) Adanya keinginan menyebarkan agama (gospel)
c) Adanya keinginan mencari kejayaan (glory)
d) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
a) Adanya keinginan mencari kekayaan (gold), kekayaan yang dicari adalah rempah-rempah
b) Adanya keinginan menyebarkan agama (gospel)
c) Adanya keinginan mencari kejayaan (glory)
d) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
1) Ditemukan kompas
2) Dikemukakan bahwa bumi itu bulat
3) Dikembangkannya teknik pembuatan kapal
4) Ditemukan mesin untuk persenjataan
5) Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan Bangsa Turki (1453)
2) Dikemukakan bahwa bumi itu bulat
3) Dikembangkannya teknik pembuatan kapal
4) Ditemukan mesin untuk persenjataan
5) Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan Bangsa Turki (1453)
Tokoh-tokoh penjelajahan samudera
Bangsa Portugis :
a) Bartholomeus Diaz
b) Vasco Da Gama
c) Alfonso D’ Albuquerque
Bangsa Portugis :
a) Bartholomeus Diaz
b) Vasco Da Gama
c) Alfonso D’ Albuquerque
Bangsa Spanyol :
a) Christophorus Columbus
b) Ferdinand Magelhaens
a) Christophorus Columbus
b) Ferdinand Magelhaens
D. Proses Kedatangan Bangsa Barat
di Berbagai Daerah sampai Terbentuknya Kekuasaan
a. Hubungan ekonomi Indonesia – Eropa sebelum abad ke-16
Tahukah anda siapa Bangsa eropa yang telah datang ke Indonesia sebelum abad ke-16? Ia adalah Marcopolo dari Venesia. Dalam perjalanannya, Marcopolo singgah di bandar-bandar pantai utara Sumatera pada akhir abad ke-13. Ia melaporkan perkembangan Agama Islam di daerah pesisir sumatera waktu itu.
Bangsa Barat mulai datang ke indonesia pada abad ke-16. Namun, hubungan ekonomi antara Eropa dan Indonesia sebenarnya telah ada berlangsung jauh sebelum para pedagang Eropa itu datang. Pada tahun 1390-an, sekitar 6 ton cengkeh dan 1 ton pala dari Maluku telah mencapai Eropa.
Proses rempah-rempah Indonesia dapat mencapai Eropa dibawa secara berantai hingga mencapai kawasan di sekitar laut tengah. Para pedagang Italia kemudian membelinya dari para pedagang muslim di Mesir dan Beirut. Pedagang Italia kemudian memasarkannya ke Eropa melalui Venesia dan Genoa. Dengan demikian para pedagang muslim berperan sebagai mediator yang menghubungkan Indonesia dan Eropa
a. Hubungan ekonomi Indonesia – Eropa sebelum abad ke-16
Tahukah anda siapa Bangsa eropa yang telah datang ke Indonesia sebelum abad ke-16? Ia adalah Marcopolo dari Venesia. Dalam perjalanannya, Marcopolo singgah di bandar-bandar pantai utara Sumatera pada akhir abad ke-13. Ia melaporkan perkembangan Agama Islam di daerah pesisir sumatera waktu itu.
Bangsa Barat mulai datang ke indonesia pada abad ke-16. Namun, hubungan ekonomi antara Eropa dan Indonesia sebenarnya telah ada berlangsung jauh sebelum para pedagang Eropa itu datang. Pada tahun 1390-an, sekitar 6 ton cengkeh dan 1 ton pala dari Maluku telah mencapai Eropa.
Proses rempah-rempah Indonesia dapat mencapai Eropa dibawa secara berantai hingga mencapai kawasan di sekitar laut tengah. Para pedagang Italia kemudian membelinya dari para pedagang muslim di Mesir dan Beirut. Pedagang Italia kemudian memasarkannya ke Eropa melalui Venesia dan Genoa. Dengan demikian para pedagang muslim berperan sebagai mediator yang menghubungkan Indonesia dan Eropa
b. Terputusnya Hubungan Ekonomi
Indonesia- Eropa
Setelah perang salib selesai muncullah kekuasaan baru yang dibangun oleh Turki Osmani. Kekuasaan baru itu dikenal sebagai kekhalifahan timur . Bangsa Turki Osmani menguasai wilayah yang cukup luas meliputi Mesir, Mesopotamia, Palestina, Syrria, dan Asia Kecil. Pada tahun 1453 Kerajaan Romawi Timur yang ber-ibukota di Konstantinopel pun berhasil dikuasai oleh kekhalifahan timur.
Setelah menguasai Konstantinopel, Turki Osmani melarang para pedagang eropa berdagang di sekitar laut tengah. Akibatnya para pedagang eropa menjadi kesulitan mendapatkan komoditas penting berupa rempah-rempah dari Indonesia. Dengan demikian, hubungan ekonomi Indonesia – eropa seolah menjadi terputus.
Setelah perang salib selesai muncullah kekuasaan baru yang dibangun oleh Turki Osmani. Kekuasaan baru itu dikenal sebagai kekhalifahan timur . Bangsa Turki Osmani menguasai wilayah yang cukup luas meliputi Mesir, Mesopotamia, Palestina, Syrria, dan Asia Kecil. Pada tahun 1453 Kerajaan Romawi Timur yang ber-ibukota di Konstantinopel pun berhasil dikuasai oleh kekhalifahan timur.
Setelah menguasai Konstantinopel, Turki Osmani melarang para pedagang eropa berdagang di sekitar laut tengah. Akibatnya para pedagang eropa menjadi kesulitan mendapatkan komoditas penting berupa rempah-rempah dari Indonesia. Dengan demikian, hubungan ekonomi Indonesia – eropa seolah menjadi terputus.
c. Penjelajahan Samudera
Yang dilakukan bangsa Eropa dalam mengatasi kesulitan tersebut adalah mereka berusaha mencari jalan langsung menuju ke daerah penghasil rempah-rempah. Caranya, dengan melakukan penjelajahan samudera.
Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang memiliki keinginan mencari wilayah jajahan.
Yang dilakukan bangsa Eropa dalam mengatasi kesulitan tersebut adalah mereka berusaha mencari jalan langsung menuju ke daerah penghasil rempah-rempah. Caranya, dengan melakukan penjelajahan samudera.
Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang memiliki keinginan mencari wilayah jajahan.
E. Kedatangan Bangsa Barat ke
Indonesia
a) Kedatangan Portugis di Indonesia
Portugis berusaha menjalin hubungan dagang dengan Maluku. Pada tahun 1512 Alfonso d’ Alburquerque mengirimkan beberapa buah kapal ke Maluku dan berhasil mendarat di Ternate.
Disini Portugis menerapkan sistem monopoli yang merugikan.
a) Kedatangan Portugis di Indonesia
Portugis berusaha menjalin hubungan dagang dengan Maluku. Pada tahun 1512 Alfonso d’ Alburquerque mengirimkan beberapa buah kapal ke Maluku dan berhasil mendarat di Ternate.
Disini Portugis menerapkan sistem monopoli yang merugikan.
b) Kedatangan bangsa Spanyol
Pada tahun 1521 bangsa Spanyol mendarat di Tidore (Maluku).
Pada tahun1529, Portugis berhasil menduduki Ternate-Tidore. Pada tahun 1580 Raja Philip II dari Spanyol menyatukan Portugal di bawah kekuasaannnya daan memerintahka gubernur jenderal Spanyol di Filipina agar tidak mencampuri urusan Portugis di Maluku serta memberi bantuan kepada Portugis. Dengan demikian Portugis mengusir Spanyol
Pada tahun 1521 bangsa Spanyol mendarat di Tidore (Maluku).
Pada tahun1529, Portugis berhasil menduduki Ternate-Tidore. Pada tahun 1580 Raja Philip II dari Spanyol menyatukan Portugal di bawah kekuasaannnya daan memerintahka gubernur jenderal Spanyol di Filipina agar tidak mencampuri urusan Portugis di Maluku serta memberi bantuan kepada Portugis. Dengan demikian Portugis mengusir Spanyol
c) Kedatangan Belanda
Pada bulan April 1595, bangsa Belanda memulai pelayaran menuju nusantara. Ekspedisi mereka terdiri atas empat buah kapal dibawah pimpinan Cornelis de Houtman.
Pelayaran Cornelis de Houtman melalui rute Belanda – pantai barat Afrika – Tanjung Harapan – Samudera Hindia- Selat Sunda – Banten. Mereka berhasil mendarat di Banten pada tahun 1596. Pada tanggal 28 Nopember 1598 datanglah rombongan baru pedagang Belanda. Mereka dibawah pimpinan Jacob Van Neck.
Pada bulan April 1595, bangsa Belanda memulai pelayaran menuju nusantara. Ekspedisi mereka terdiri atas empat buah kapal dibawah pimpinan Cornelis de Houtman.
Pelayaran Cornelis de Houtman melalui rute Belanda – pantai barat Afrika – Tanjung Harapan – Samudera Hindia- Selat Sunda – Banten. Mereka berhasil mendarat di Banten pada tahun 1596. Pada tanggal 28 Nopember 1598 datanglah rombongan baru pedagang Belanda. Mereka dibawah pimpinan Jacob Van Neck.
F. Terbentuknya Kekuasaan Kolonial
dan Imprialis Barat
Pada awalnya hubungan antara kerajaan dan masyarakat di kepulauan Indonesia dengan bangsa Eropa bersifat sejajar. Namun, perlahan-lahan muncullah ketidaksejajaran pada pertengahan abad ke-17. Ketidaksejajaran itu mulai ada dan semakin nyata sejak awal abad ke-18. Satu persatu sumber ekonomi dan kekuasaan politik wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh penguasa dan penduduk lokal, jatuh ke tangan bangsa barat, terutama Belanda.
Setelah kedatangan rombongan Jacob Van Neck, makin banyaklah pedagang Belanda datang ke Indonesia. Akibatnya, di antara mereka terjadilah persaingan. Untuk menghindari persaingan itu, dibentuklah kongsi perdagangan besar yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun1602.
Pada awalnya hubungan antara kerajaan dan masyarakat di kepulauan Indonesia dengan bangsa Eropa bersifat sejajar. Namun, perlahan-lahan muncullah ketidaksejajaran pada pertengahan abad ke-17. Ketidaksejajaran itu mulai ada dan semakin nyata sejak awal abad ke-18. Satu persatu sumber ekonomi dan kekuasaan politik wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh penguasa dan penduduk lokal, jatuh ke tangan bangsa barat, terutama Belanda.
Setelah kedatangan rombongan Jacob Van Neck, makin banyaklah pedagang Belanda datang ke Indonesia. Akibatnya, di antara mereka terjadilah persaingan. Untuk menghindari persaingan itu, dibentuklah kongsi perdagangan besar yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun1602.
G. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah
Kolonial serta Pengaruh terhadap Hubungan Ekonomi Rakyat di Berbagai Daerah
Sejak pertengahan abad ke-17 sampai berakhirnya VOC, Belanda sudah menguasai hampir seluruh penghasil dan perdagangan rempah-rempah, kecuali Aceh.
Setelah VOC dibubarkan, kekuasaan atas Indonesia berturut-turut dipegang oleh Daendels, Janssens, Raffles dan pemerintah Hindia-Belanda.
Sejak pertengahan abad ke-17 sampai berakhirnya VOC, Belanda sudah menguasai hampir seluruh penghasil dan perdagangan rempah-rempah, kecuali Aceh.
Setelah VOC dibubarkan, kekuasaan atas Indonesia berturut-turut dipegang oleh Daendels, Janssens, Raffles dan pemerintah Hindia-Belanda.
H. Bentuk-Bentuk Perlawanan
Kerajaan-Kerajaan dan Rakyat Melawan Kolonial di Berbagai Daerah
Anda telah mengetahui berbagai tindakan yang dilakukan oleh bangsa Barat di Indonesia. Keberadaan bangsa Barat beserta praktik-praktiknya itu, akhirnya mendorong munculnya reaksi dari rakyat dan kerajaan-kerajaan. Bagaimanakah bentuk reaksi itu? Rakyat dan kerajaan-kerajaan melakukan berbagai bentuk perlawanan. Tujuannya adalah mengakhiri keberadaan bangsa Barat besertapraktik-praktiknya.
Anda telah mengetahui berbagai tindakan yang dilakukan oleh bangsa Barat di Indonesia. Keberadaan bangsa Barat beserta praktik-praktiknya itu, akhirnya mendorong munculnya reaksi dari rakyat dan kerajaan-kerajaan. Bagaimanakah bentuk reaksi itu? Rakyat dan kerajaan-kerajaan melakukan berbagai bentuk perlawanan. Tujuannya adalah mengakhiri keberadaan bangsa Barat besertapraktik-praktiknya.
Kesimpulan
Perlawanan kerajaan-kerajaan dan rakyat terhadap praktik kolonialisme Barat meliputi perlawanan terhadap Portugis dan VOC, serta perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Perlawanan ini berlangsung seiring dengan perluasan kolonialisme dan imprialisme Barat di berbagai wilayah di Kepulauan Nusantara. Beberapa perlawanan bersifat sangat lokal dan bahkan individual atau kelompok kecil dan hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Sedangkan perlawanan lain bersifat massal dan mencakup wilayah yang luas.
Bangsa Barat mulai datang ke Indonesia pada abad ke-16. Namun, hubungan ekonomi antara Eropa dan Indonesia sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum para pedagang itu datang.
Tokoh-tokoh penjelajahan samudera dari Spanyol antara lain : Christophorus Columbus, dan Ferdinand Magelhaens, sedangkan tokoh-tokoh dari Portugis antara lain : Bartholhomeus Diaz dan Vasco da Gama.
Bangsa Portugis pertama datang ke Ternate tahun 1511, Spanyol ke Tidore 1521, dan Belanda ke Banten tahun 1526.
VOC adalah kongsi dagang Belanda yang dibentuk untuk menghindari terjadinya persaingan, dengan hak oktroi yang dimilikinya, VOC tampil sebagai kekuatan imprialis di Indonesia.
Setelah VOC dibubarkan, maka berturut-turut yang menjadi gubernur jenderal di Indonesia adalah Daendels, Jansens dan Raffles.
Perlawanan kerajaan-kerajaan dan rakyat terhadap praktik kolonialisme Barat meliputi perlawanan terhadap Portugis dan VOC, serta perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Perlawanan ini berlangsung seiring dengan perluasan kolonialisme dan imprialisme Barat di berbagai wilayah di Kepulauan Nusantara. Beberapa perlawanan bersifat sangat lokal dan bahkan individual atau kelompok kecil dan hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Sedangkan perlawanan lain bersifat massal dan mencakup wilayah yang luas.
Bangsa Barat mulai datang ke Indonesia pada abad ke-16. Namun, hubungan ekonomi antara Eropa dan Indonesia sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum para pedagang itu datang.
Tokoh-tokoh penjelajahan samudera dari Spanyol antara lain : Christophorus Columbus, dan Ferdinand Magelhaens, sedangkan tokoh-tokoh dari Portugis antara lain : Bartholhomeus Diaz dan Vasco da Gama.
Bangsa Portugis pertama datang ke Ternate tahun 1511, Spanyol ke Tidore 1521, dan Belanda ke Banten tahun 1526.
VOC adalah kongsi dagang Belanda yang dibentuk untuk menghindari terjadinya persaingan, dengan hak oktroi yang dimilikinya, VOC tampil sebagai kekuatan imprialis di Indonesia.
Setelah VOC dibubarkan, maka berturut-turut yang menjadi gubernur jenderal di Indonesia adalah Daendels, Jansens dan Raffles.
Kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah
kolonial menimbulkan penderitaan bagi bangsa Indonesia yaitu tanam paksa dan
politik kolonial liberal yang menyebabkan timbulnya perlawanan-perlawanan dari
berbagai daerah di Kepulauan Nusantara.
Islamisme Dan Marxisme Dalam
Perjuangan Anti-Kolonial Di Sumatera Barat
Sumatera Barat, pada tahun
1920-an, adalah salah satu pusat pergerakan anti-kolonial di luar pulau Jawa.
Selain itu, Sumatra Barat juga menghasilkan banyak tokoh-tokoh pergerakan yang
terkenal: Tan Malaka, Hatta, Sjahrir, Moh Yamin, dan lain-lain.
Pada saat itu, Sumatra Barat
punya tiga daerah pusat perlawanan, yaitu Padang Panjang, Silungkang, dan
Padang. Uniknya, di Sumatera Barat, berbagai pemikiran dan tradisi saling
berkontradiksi dan saling melengkapi untuk menjadi senjata anti-kolonialisme.
Yang paling mencolok adalah
perkawinan islamisme dan marxisme. Dua pemikiran ini, yang oleh banyak orang
dianggap ‘bertabrakan’, justru “dikawinkan” oleh banyak pejuang-pejuang
anti-kolonial di Sumatera Barat.
Dua perlawanan Pembuka
Pada abad ke-19, di Sumatera
Barat muncul gerakan paderi. Pengusungnya adalah tiga orang ulama yang pernah
belajar di Mekah, yaitu: Haji Miskin, Haji Abdul Rahman, dan Haji Muhamad Arif.
Gerakan ini bertujuan untuk membersihkan ajaran islam di Sumatera Barat dari
tahayul dan khufarat.
Gerakan ini mendapat penentangan
dari kaum adat dan ulama konservatif. Belanda, yang sejak awal menguasai
Sumatra Barat, berusaha mengambil keuntungan “pertikaian saudara” ini. Belanda
menerima permintaan kaum adat untuk melawan kaum paderi. Belanda memerlukan
waktu kurang-lebih 6 tahun untuk mematahkan perlawanan Imam Bonjol dan
pengikutnya.
Pada tahun 1908, di saat gerakan
Boedi Utomo sedang menggeliat di tanah Jawa, di Sumatera Barat meletus
pemberontakan anti-pajak. Para ulama, terutama dari tarekat Syattariyah,
memimpin pemberontakan ini. Mereka menentang kebijakan kolonial perihal
pengenaan pajak langsung.
Dua perlawanan ini sering jadi
acuan tokoh anti-kolonial Sumatera Barat untuk membangkitkan semangat
anti-penjajahan. Para tokoh-tokoh beraliran kiri, khususnya PKI dan Sarekat
Rakyat, juga sering menggunakan acuan itu untuk mengagitasi perlawanan rakyat.
Gerakan Sumatera Thawalib
Pada awal abad 20-an, gerakan
modernis islam berkembang luas di tengah-tengah masyarakat Minangkabau,
khususnya di kalangan pedagang. Maklum, kebanyakan ulama dan perguruan agama di
Sumatera Barat menghidupi diri dari kegiatan perdagangan.
Para pedagang sendiri sangat
jengkel dengan dominasi kolonial. Mereka juga tidak puas dengan usaha kolonial
Belanda menghancurkan jalur atau mata-rantai perdagangan kaum pribumi.
Sentimen anti-kolonial ini turut
memicu lahirnya perguruan-perguran islam swasta di seluruh Sumatera Barat. Pada
pendukung gerakan islam modernis kemudian mendirikan perguruan bernama “Sumatra
Thawalib”. Pertama kali berdiri di Padang Panjang.
Guru paling berpengaruh di
Sumatra Thawalib adalah Zainuddin Labai el-Junusiah. Ia tidak pernah sekolah di
Arab atau Mesir. Zainuddin sempat bersekolah di sekolah pemerintah, tetapi
keluar karena tidak sependapat dengan gurunya.
Zainuddin mengubah sistim
pendidikan “surau” menjadi Sumatera Thawalib, yaitu sekolah yang dikelola
secara modern; ada ruang kelas, meja, dan ada pelajaran non-agama.
Secara pemikiran, Zainuddin
banyak tertarik pada pemikiran kaum modernis islam di Kairo dan Turki. Dia
sangat mengagumi pemimpin nasionalis Turki, Mustafa Kamal (Kamal Attaturk), dan
menerjemahkan karya-karya Kamal untuk diajarkan di sekolah-sekolahnya.
Selain sekolah Thawalib,
Zainuddin juga mendirikan sekolah Diniyyah. Sekolah Diniyyah ini lebih
menekankan pengetahuan umum, seperti matematika, ilmu bumi, kesehatan, dan
lain-lain. Sekolah ini dibuka pada malam hari.
Zainuddin menolak subsidi
pemerintah kolonial terhadap sekolahnya. Sebagai seorang guru dan sekaligus
pendiri, Zainuddin tidak melarang murid-muridnya menyerap teori-teori radikal,
termasuk marxisme.
Sekolah-sekolah Thawalib sangat
berperan dalam melahirkan tokoh-tokoh dan tenaga-tenaga pergerakan
anti-kolonial di Sumatera Barat. Banyak tokoh pergerakan anti-kolonialis, mulai
dari yang marxis, nasionalis, hingga islamis, dilahirkan dari sekolah-sekolah
Thawalib ini.
Tetapi, ada juga guru Thawalib
yang anti-marxist. Salah satunya adalah Haji Rasul, seorang alumnus Timur
Tengah. Zainuddin sering berselisih dengan Haji Rasul ini. Haji Rasul juga
sering berdebat dengan asistennya yang sangat radikal, Djamaluddin Tamin dan
Datuk Batuah.
Islam Komunis
Djamaluddin Tamin dan Datuk
Batuah adalah asisten Haji Rasul dan sekaligus pengajar di perguruan Thawalib.
Keduanya dianggap guru paling cerdas dan paling radikal di perguruan itu.
Pada tahun 1923, Datuk Batuah
melakukan perjalanan keliling Sumatera. Di situlah, ia bertemu dengan Natar
Zainuddin, seorang tokoh komunis Aceh yang sebetulnya kelahiran Sumatera Barat.
Pada tahun itu juga, Datuk Batuah
dan Natar Zainuddin pergi ke Jawa. Keduanya mengikuti kongres Partai Komunis
Indonesia/Sarekat Islam Merah (SI-Merah) di Bandung, Jawa Barat.
Saat itu, seorang Haji dari
Surakarta tampil berpidato. Namanya adalah Haji Misbach. Haji Datuk Batuah dan
Natar Zainuddin terperangah ketika Misbach berpidato. Penjelasan tentang islam
dan komunisme begitu memikat hatinya.
Sepulangnya dari kongres itu,
Datuk Batuah segera menyebarkan pandangan Haji Misbach itu di perguruan
Thawalib. Selain itu, bersama dengan Djamaluddin Tamin, Datuk Batuah juga
mengelola koran “Pemandangan Islam”. Sedangkan Natar Zainuddin, yang kembali ke
Sumatera Barat pada tahun 1923, segera menyebarkan gagasan islam komunis
melalui korannya: Djago! Djago!
Meskipun sebagaian besar
guru-guru Thawalib adalah pedagang, tetapi mereka juga menentang penghisapan atau
eksploitasi terhadap orang lain. Sebagai pedagang islam, mereka mengharamkan
praktek riba. Selain itu, islam juga melarang keras umatnya memupuk kekayaan.
Kesesuaian-kesesuaian inilah yang
menjadi lahan subur propaganda marxisme di kalangan islam. PKI Sumatera Barat
sendiri, pada tahun 1920-an, sangat membela pedagang kecil. PKI mengemukakan
sikap: “sekalipun mereka berdagang, tetapi mereka bukan kapitalis. Mereka juga
korban kapitalisme. Mereka bukan mencari kaya dan jadi gemuk dan
bermalas-malasan, melainkan mencari sepiring nasi. Dan mereka digencet oleh
pengusaha-pengusaha kapitalis yang telah mengambil seluruh kehidupan mereka.”[1]
Aktivitas Haji Batuah dan Natar
Zainuddin tidaklah terlalu lama. Sebab, dua bulan setelah kepulangannya dari
kongres PKI di Jawa, satu detasemen polisi bersenjata telah datang untuk
menangkap keduanya. Keduanya dituding mempengaruhi tokoh-tokoh adat untuk
melakukan pemberontakan.
Pada Desember 1923, Djamaluddin
Tamin juga ditangkap. Ia ditangkap karena artikelnya di “Pemandang Islam”, yang
memprotes penangkapan Datuk Batuah dan Natar Zainuddin.
Meski memiliki pandangan komunis,
Datuk Batuah dan Natar Zainuddin tetap menjadi ulama islam yang taat. Baginya,
seperti juga Haji Misbach, ajaran komunisme dianggap justru semakin memperkuat
keyakinan agamanya.
Perluasan Sarekat Rakyat
Saat penangkapan tokoh-tokoh
komunis itu, Haji Rasul, yang memimpin perguruan Thawalib, tidak berbuat
apa-apa. Akibatnya, murid-murid pun marah dan memaksa Haji Rasul mengundurkan
diri dari sekolah Thawalib.
Pada tahun 1924, bersamaan dengan
penangkapan orang-orang radikal di sekolah Thawalib, berdiri pula Sekolah
Rakyat. Sekolah ini mengikuti bentuk Sekolah Rakyat-nya Tan Malaka di Semarang.
Di sekolah-sekolah rakyat itu
banyak berdiri organisasi sayap pemuda Sarekat Rakyat, yaitu Barisan Muda. Pada
tahun 1925, kongres PKI mengubah organisasi ini menjadi IPO (international
Padvinder Organisatie- Pandu Internasional).
Di Padang, pada tahun 1914,
berdiri organisasi pedagang pribumi bernama Sarekat Usaha—menyerupai Sarekat
Islam di Jawa. Dua tokoh gerakan ini adalah Muhammad Taher Marah Sutan, seorang
agen pelayaran pelabuhan, dan Sutan Said Ali, seorang guru sekolah dan anggota
SI.
Tetapi, pada awalnya, Sarekat
Usaha ini sangat konservatif. Mereka sangat menentang ide-ide komunisme. Pada
tahun 1920-an, muncul tokoh pedagang terkenal, yaitu Abdullan Basa Bandaro. Dia
adalah pembawa SI ke Sumatera Barat. Dia juga penyandang dana koran-koran kiri,
seperti Pemandangan Islam, Djago-Djago, dan koran-koran Sarekat Rakyat lainnya.
Basa Bandoro juga pendukung
fanatik Tan Malaka. Ia menjadi penyalur tulisan-tulisan dan Tan
Malaka untuk pengikutnya di Jawa.
Pada tahun 1920-an, Sarekat Usaha condong menjadi payung politik para pendukung
Tan Malaka.
Pada tahun 1923, Said Ali keluar
dari Sarekat Usaha dan memilih mendirikan PKI cabang Padang. Tapi, belum lama
bergerak, Belanda sudah menangkap dan memenjarakannya. Sekeluar dari penjara,
Said Ali kembali memimpin seksi PKI dan membesarkan organisasi ini.
Basis gerakan komunis lainnya
adalah Silungkang. Hampir sama dengan kota-kota lain, gerakan radikal di Sawahlunto
juga dibawa kaum pedagang. Hanya saja, berbeda dengan Padang Panjang dan
Padang, gerakan radikal di Silungkang/Sawahlunto bersentuhan dengan pekerja
tambang.
Salah satu tokoh SI di
Sawahlunto, Sulaiman Labai, dikenal pernah melakukan aksi seperti Robin Hood.
Pada tahun 1918, Sulaiman Labai dan pengikutnya menghentikan sebuah kereta
pengangkut beras dan memaksa kepala stasiun menyerahkan dua gerbong beras.
Beras-beras itu dibagikan kepada rakyat yang sedang mengalami kelaparan.
Tindakan berani Sulaiman Labai itu membangkitkan keinginan banyak rakyat
Silungkang untuk bergabung dengan SI. Kelak, pada tahun 1924, SI cabang
Silungkang ini diubah menjadi Sarekat Rakyat.
Sarekat Rakyat Silungkan
menerbitkan koran bernama “Suara Tambang” dan jurnal bulanan “Panas”. Koran
propaganda ini berhasil menarik pekerja tambang di Sawahlunto. Terlebih ketika
pemerintah kolonial membredel koran dan menangkap pemimpin redaksinya.
Keanggotaan Serikat buruh PKI pun meningkat pasca pembredelan itu.
Jika kita melihat pembangunan PKI
di Sumatera Barat, khususnya di tiga daerah itu (Padang, Padang Panjang, dan
Silungkang), hampir semuanya berasal dari sarekat islam dan asosiasi pedagang.
Keterlibatan dan dukungan ulama juga sangat kuat terhadap kebangkitan gerakan
ini.
Pemberontakan 1927
Pasca keputusan Prambanan yang
memutuskan pemberontakan, PKI di Sumatera Barat terpecah menjadi dua kelompok:
pendukung Tan Malaka dan pendukung PKI-pusat.
Pimpinan PKI cabang Padang, Said
Sutan Ali, yang mewakili Sumatera Barat di Prambanan, setuju dengan
pemberontakan. Sedangkan pendukung Tan Malaka, yang sejak awal menyakini
kegagalan pemberontakan itu, mulai mengevakuasi diri untuk menghindari
penangkapan pasca kegagalan pemberontakan.
Akhirnya, setelah melalui
perdebatan panjang, pemberontakan PKI/Sarekat Rakyat di Sumatera Barat
dipusatkan di Silungkang. Pemberontakan diputuskan dimulai pada malam tanggal 1
Januari 1927 dan berpusat di Sawahlunto.
Sokongan untuk pemberontakan
menguat setelah dua orang Indonesia yang bekerja sebagai opsir Belanda di
garnisun Sawahlunto, Sersan Mayor Pontoh dan Sersan Rumuat, menyatakan siap
mendukung pemberontakan.
Akhirnya, pada saat pemberontakan
tiba, pasukan pemberontak meledakkan satu kantor polisi dan ruang dansa para
petinggi Belanda Sawahlunto. Selain itu, pada saat bersamaan, sersan Pontoh da
kawan-kawannya merebut garnisun dan penjara Sawahlunto. Mereka membebaskan
semua tahanan politik dan menangkap semua pejabat belanda.
Pemberontakan di Silungkang
melibatkan 18 nagari. Meskipun gagal, tetapi pemberontakan rakyat di Silungkang
patut dicatat sebagai salah satu revolusi rakyat paling heroik melawan
kolonialisme. Penggeraknya kebanyakan adalah ulama dan bekas murid perguruan
islam Thawalib.
Pada Agustus 1927, menurut
laporan Belanda, di Sawahlunto saja ada 1.363 komunis yang ditangkap dan
menunggu hukuman. Tiga pemimpin pemberontakan, yaitu Kaharuddin, Jusuf Sampono,
dan Ibrahim Melawas, dijatuhi hukuman mati dan dihukum gantung di penjara
Duriah Sawahlunto. Banyak pejuang anti-kolonial dari Sawahlunto dibuang ke
Digul.
Sulaiman Labai, tokoh Sarekat
Rakyat Sawahlunto yang ditangkap sebelum pemberontakan, ditahan hingga tahun
1940-an dan meninggal di penjara dua hari menjelang proklamasi Kemerdekaan RI.
1. Pieter Both
2. Jan Pieterszoon Coen
3. Deandels
4. Janssens
5. Thomas Stamford Raffles
6. Van Den Bosh
7. Douwes Dekker
8. Jhon Fendal
9. Elout, Bouyskes, Van dercapeilen
10. Boron, Van Hoevel, Frans Van de Putte
1. Pieter both (amersfoort 1568- mauritius 1615)
Adalah seorang
wakil VOC pertama di Hindia dan bisa dikatakan Gubernur-Jendral Hindia-Belanda.
Dan di bawah pimpinannya VOC mulai menjalankan monopoli perdagangan dan
perluasan wilayah penjajahan. Dia memerintah antara thn 1610-1614
2. Jan pieterszoon coen (hoorn, belanda 8 jan 1587- batavia 21
sep 1629)
Gubernur-Jendral
Hindia-Belanda ke-4. Pada masa jabatan pertama memerintah antara thn1619-1623,
masa jabatan kedua berlangsung antara thn 1619-1629 dan menjadi
Gubernur-Jendral ke-6. Dia diangkat menjadi Gubernur-Jendral pada umur 31thn
pada tgl 18 april 1618. Akan tetapi baru pada 21 mei 1619 dia resmi memangku
jabatan tersebut. Kemuduian pada thn 1623 ia menyerahkan kekuasaannya ke Pieter
de Carpentier ia sendiri pulang ke Belanda.
Oleh pimpinan Kompeni
(VOC) ia disuruh kembali ke Hindia dan menjadi Gubernur-Jendral kembali, maka
ia pun datang pada tahhun 627. Pada masa jabatan yang ke dua ia teruta ma
berperang melawan Kesultanan Banten dan Mataram. Mataram menyerang Batavia dua
kali, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Kedua-duanya gagal, tetapi Coen tewas
secara mendadakpada tanggal 21 september 1629, empat hari setelah istrinya, Eva
Ment, melahirkan seorang putrid yang juga meniggal.
Terdapat dua versi tentang
penyebab kematian Coen. Menurut versi belanda, Coen meniggal karena kolera yang
kini lebih dikenal muntaber, yang disebarkan oleh pasukan Sultan Agung di
sungai ciliwung. Sedangkan lainnya meyakini bahwa kematian Coen akibat serangan
bala tentara Sultan Agung dari Mataram.
3. Daendels/ mr. Herman williem daendels (hattem, 21
0ct 1762-ghana, 2 mei 1818)
Adalah seorang
Politikus Belanda yang merupakan Gubernur-Jendral Hindia-Belanda yang ke-36.
Memerintah antara thn 1808-1811. Pada masa itu Belanda sedang dikuaai Perancis.
Di Indonesia dia mempunyai tugas mempertahankan pulau jawa agar tidak jatuh ke
tangan Inggris. Daendels membuat kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat
menderita, Daendels juga berbuat sewenang-wenang dan tindakannya tersebut
menimbulkan kebencian rakyat. Seperti tindakannya dalam pembuatan jalan
anyer-panarukan dengan sistem wajib kerja yang menyebabkan ribuan rakyat
meninggal dunia, sistem kerja paksa ini biasa di sebut kerja rodi. Kemudian
memberlakukan aturan kepada rakyat untuk menyerahkan sebagian dari hasil bumi
sebagai pajak (contingenten). Juga mendirikan pabrik senjata di Semarang &
Surabaya.
4. Janssens/ jan williem janssens (nijmegen 12 okt 1762-den haag
23 mei 1838)
Adalah seorang
Gubernur-Jendral Hindia-Belanda yang ke-37. Dia adalah yang menggantikan Daendels,
yang diangkat oleh Louis Napoleon. Diangkat pada tanggal 20 feb 1811. Tiba di
Istana Bogor ( Buiten Zorg) pada thn 15 mei 1811.
Ia memulai masa
jabatannya dalam kondisi genting. Banyak prajurit tinggalan Daendels yang tidak
cakap menjadi prajurit, sehingga ia mudah di kalahkan oleh inggris dan terpaksa
menyerah pada tanggal 18 September 1811 kepada Thomas Stamford Rffles dalam
Kapitulasi Tuntang.
Karena masa
jabatannya yang singkat ini, dapat dikatakan bahwa dia tidak meninggalkan apa-apa.
Ia seolah-olah hanya ditugaskan untuk menjaga bendera Perancis yang berkibar di
Hindia-Belanda selama enam bulan.
5. THOMAS STAMFORD RAFFLES ( 6 JULI 1781 – 5 JULI 1826)
Pada tgl 19 okt
1811, ia memulai tugas sebagai letnan Gubernur dan berkedudukan di Batavia.
Raffles melakukan perbaikan di Indonesia, antaralain:
· Membagi
pulau jawa menjadi 16 karesidenan
· Membentuk
badan pengadilan di setiap karesidenan
· Menerapkan
system sewa tanah / pajak tanah (landrente system)
· Melarang
perdagangan budak
· Menjual
tanah di Karawang, Priangan, Semarang, dan Surabaya pada swasta
· Mengundang
ahli-ahli luar negri untuk mengadakan penyelidikan.
Raffles tidak memerintah terlalu
lama, sebab Inggris harus mengembalikan kekuasaannya di Indonesia kepada
Belanda.
Politik colonial
Raffles berdasarkan asas-asas liberal. Tujuannya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan memberikan kebebasan. Pelaksanaan politik liberal
ini gagal karena masih kuatnya struktur tradisional dan feudal yang masih
berkembang di masyarakat Indonesia. Selian itu, juga di sebabkan oleh belum
mengertinya rakyat Indonesia terhadap ekonomi uang dan sistem sewa-menyewa.
6. Van den bosh ( lingewal, 1 feb 1780 – den haag, 28 jan 1844)
Gubernur-Jendral
Hindia-Belanda ini dilantik thn 1830. Pada saat pemerintahannya ia
meniru cara pemerintahan Daendel dan Raffles. Van Den Bosh mempunyai program
kerja yang dikenal dengan nama Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel.
Tujuannya untuk memperoleh pendapatan yang besar dengan mewajibkan menanam
tanaman dagang yang laku di pasar eropa. Tujuan tersebut juga bertujuan
memulihkan khas belanda yang terkuras karena perang yang terjadi di eropa.
Cultuurtelsel sebenarnya lebih
tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya Tanam. Penerjemahan Cultuurtelsel
menjadi Sistem Tanam Paksa berasal dari penyimpangan yang muncul
selamapelaksanaannya. Akibat penyimpangan yang muncul selama pelaksanaannya.
Akibat penyimpangannya,kegiatan budi daya tanaman berubah menjadi kerja paksa
menanam tanaman yang laku di jual di pasar eropa.
7. Douwes dekker danudirja setiabudi (pasuruan, jatim, 8 okt
1879- bandung, jabar 29 agst 1950)
Adalah seorang
pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia. Ia adalah salah seorang
peletak dasar nasionalisme Indonessia diawal abad-20. Penulis yang kritis
terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-Belanda, wartawan, aktifis
politik, seta penggagas nama “Nusantara” sebagai nama untuk Hindia-Belanda yang
merdeka. Ia juga menulis buku berjudu Max Havelaar yang terbit pada thn 1860
isinya tentang keprihatinannya padda system tanam paksa yang diberlakukan oleh
Van Den Bosh. Selepas sekolah DD pun bekerja di perkrbunan
kopi “Soember Doeren” di malang jawa timur. Disana ia
menyaksikanperlakuan semena-mena yang dialami pekerja kebun, dan sering kali
membela mereka. Setelah itu karena konflik pada pekerjaannya, diapun pindah ke
perkebunan tebu namun dia di pecat karena lagi-lagi ada konflik antaranya dan
menejernya.
Karena
menganggur, dan kematian ibunya yang mendadak, menbuat DD memutuskan berangkat
ke Afrika Selatan pada tahun 1899 untuk ikut dalam Perang Boer Kedua melawan
Inggris. Ia bahkan menjadi warga negara Republik Transval.
Dua seri artikel yang tajam dibuatnya pada tahun 1908. Seri
pertama dimuat pada feb 1908 di surt kabar belanda Nieuwe Arnhemsche Courant
setelah versi bahasa jermannya di muat dikoran jerman Das Freie
Wort,”Het Bankroet Der Etischeprincipes Nederlandsch
Oost-Indie” (“Kebangkrutanprinsip Etis Di Hindia Belanda”), sekitar tujuh bulan
kemudian seri berikutnyapun muncul di surat kabar yang sama “ Hoe kan Holland
het spoedigst zijn kolonien verliezen?” (“Bagaimana caranya belnda dapat segera
kehilangan colonial-kolonialnuya?”)
8. Jhon fendal (london, 9 okt 1762 – kalkatua 10 nov 1825)
Adalah orang
yang menggantikan Raffles, karena Raffles tidak menyetujui perjanjian dan harus
mennyerahkan Pulau Jawa kepada Belanda.
9. Mr. Elout, buyskes, dan van cappelen
Adalah komisaris
jendral Belanda yang mewakili Belanda saat penyerahan kekuasaan Inggris kepada
Belanda.
10. Baron Van Hoevel & Frans Van de Putte( Baron Van Hoevel
lahir di Deventer, Belanda, 15 juli 1812, dan meninggal di Den Haag, Belanda,
10 feb 1879)
Penentang system
tanam paksa. Frans Van de Putte menulis buku berjudul suiker contracten
(kontrak-kontrak gula), kedudukan tokoh ini bekerja keras menghapus STP melalui
parlemen Belanda.
No comments:
Post a Comment